Ketua Partai Aceh Bisa Dikenai Sanksi Hukum Akibat Memunculkan Wacana Referendum
Wiranto mengatakan, Ketua Partai Aceh Muzakir Manaf bisa dikenai sanksi hukum akibat memunculkan wacana referendum di Aceh.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, Ketua Partai Aceh Muzakir Manaf bisa dikenai sanksi hukum akibat memunculkan wacana referendum di Aceh.
Menurut Wiranto, sanksi tersebut akan ditentukan setelah dilakukan proses hukum.
"Nanti tentu ada proses hukum untuk masalah ini. Saat hukum positif (soal referendum) sudah tidak ada dan tetap ditabrak, tentu ada sanksi hukumnya," ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (31/5/2019).
Menurut Wiranto, saat ini Muzakir sedang berada di luar negeri. Wiranto memastikan bahwa proses hukum akan dilakukan untuk menentukan apakah Muzakir melanggar hukum.
Wiranto menyebut bahwa istilah referendum sudah tidak diatur lagi dalam sistem hukum di Indonesia.
Menurut dia, wacana referendum di Aceh sudah tidak relevan karena tidak ada payung hukum yang mengatur tentang berlakunya referendum di Indonesia. Isu referendum Aceh menguat tahun 1999.
"Yang terpenting yang perlu saya sampaikan bahwa masalah referendum itu sebenarnya dalam khasanah hukum positif di Indonesia, itu sudah selesai, sudah tidak ada," ujar Wiranto.
Referendum pernah berlangsung di Indonesia, yakni di Timor Timur, provinsi ke-27 Indonesia.
Referendum kemerdekaan diadakan di Timor Timur pada 30 Agustus 1999.
Presiden BJ Habibie, saat itu, memberikan kesempatan pada Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, mengadakan referendum, dengan dua pilihan; lebih besar otonomi dalam Indonesia atau merdeka.
Baca: Pujakessuma Nusantara Tolak Wacana Referendum Aceh
Dan akhirnya Timor Timur merdeka, kini bernama Timor Leste.
Menurut Wiranto, aturan mengenai referendum telah dibatalkan melalui sejumlah payung hukum.
Beberapa di antaranya seperti Ketetapan MPR Nomor 8 Tahun 1998 yang mencabut TAP MPR Nomor 4 Tahun 1993 tentang Refrendum.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1999 yang mencabut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Refrendum.
Referendum juga dianggap tidak relevan oleh pengadilan internasional.
"Jadi ruang untuk referendum dalam hukum positif di Indonesia sudah tidak ada. Jadi tidak relevan lagi," kata Wiranto.
Pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji berpendapat, ajakan untuk menggelar referendum dan memisahkan diri dari Indonesia, bisa termasuk dalam kategori perbuatan makar.
"Ajakan people power dan referendum untuk memisahkan diri dari wilayah NKRI adalah bentuk makar dan provokasi yang inkonstitusional," ujar Indriyanto.
Menurut Indriyanto, TAP MPR Nomor 8 Tahun 1998 telah mencabut TAP MPR Nomor 4 Tahun 1993 tentang Referendum.
Baca: Video Doa dan Dukungan dari 19 News Anchor untuk Kesembuhan Ani Yudhoyono
Kemudian, ditindaklanjuti dengan terbitnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1999 yang mencabut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum.
Indriyanto mengatakan, dengan pencabutan ini, konstitusi maupun undang-undang dan sistem hukum Indonesia tidak mengakui atau tidak mengenal lagi model referendum tersebut.
Aktualisasi politik dengan model referendum dan pengerahan massa seperti yang disuarakan Muzakir Manaf adalah inkonstitusional.
"Apalagi ajakan ini tentunya dengan maksud memisahkan diri dari wilayah hukum NKRI. Aktualisasi politik pasca Pilpres ini dilempar oleh elite politik ke masyarakat yang sadar atau tidak disadari menimbulkan permasalahan hukum, bahkan melanggar hukum," kata Indriyanto.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Nono Sampono mengungkapkan, aturan hukum di Indonesia tidak lagi mengenal mekanisme referendum dalam menyelesaikan konflik.
"Format atau model atau aktualisasi politik untuk menyelesaikan konflik dari berbagai pihak dengan negara, sudah tidak lagi cerita tentang referendum di wilayah hukum indonesia," ujar Nono di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Nono menjelaskan, Ketetapan MPR Nomor 4 Tahun 1983 tentang Referendum telah dicabut dengan adanya TAP MPR Nomor 8 Tahun 1998.
Peraturan turunannya, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum telah dicabut melalui penerbitan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1999.
Undang-Undang tersebut disahkah oleh Presiden BJ Habibie pada 23 Maret 1999.
Ketua DPR Bambang Soesatyo menolak wacana referendum yang dimunculkan Ketua Umum Partai Aceh Muzakir Manaf.
"Kami menolak secara tegas rencana referendum yang akan dilaksanakan oleh rakyat Aceh mengingat Indonesia merupakan negara kesatuan yang berdaulat dan NKRI adalah harga mati," kata Bambang. (kompas.com)