Kemenag dan MUI Dorong Realisasi Penyatuan Kalendar Hijriah
Kementerian Agama bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong penyatuan kalendar Hijriah.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, Kementerian Agama bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong penyatuan kalendar Hijriah.
Lukman berujar, kesamaan penentuan 1 Dzulhijah, 1 Ramadan, dan 1 Syawal tersebut memiliki implikasi besar pada kehidupan secara keseluruhan.
"Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama MUI akan melakukan pertemuan kajian ilmiah oleh sejumlah pakar yang difasilitasi Kementerian Agama, mudah mudahan kita bisa bersepakat, berapa sebenarnya kriteria hilal yang bisa dilihat. Jadi kesamaan dalam kriteria," kata Menag di kantor kementerian agama, MH.Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (3/6/2019) malam.
Baca: 50 Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1440 H/2019 Lengkap, Cocok untuk Dibagikan via WhatsApp & FB
Dia melanjutkan, untuk mencapai penyatuan kalendar hijriah, ada dua hal yang perlu disepakati baik pemerintah maupun ormas-ormas seperti Muhmmadiyah dan NU, yakni kriteria posisi hilal dan pihak otoritas untuk melakukan sidang isbat.
Sejauh ini, baru poin kedua yang telah disepakati yaitu, kewenangan sidang Isbat dilakukan oleh Kementerian Agama.
"Mencari titik temu bagaimana kita bisa menyepakati kriteria yang disepakati bersama sehingga kita punya acuan yang sama,"ujar menteri dari PPP ini.
Diharapkan dengan adanya kalendar Hijriah itu, tak ada lagi yang lebih dulu mengumumkan sejumlah agenda penting umt islam seperti awal Ramadan dan awal Syawal.
Sehingga, masyarakat tak lagi dibingungkan dengan perbedaan seperti jatuhnya hari raya yang sebelumnya pernah terjadi.
"Karena prinsip dasarnya kita bersepakat bahwa penetapan itu harus menggunakan dua metoda. Metoda hisab dan metoda rukyat, hisab adalah perhitungan, sementara rukyat melihat langsung, observasi. Dua-duanya saling melengkapi dua duanya bukan untuk dipertentangkan sebenarnya," jelasnya.
"Sekarang kan bingung ada yang mengatakan lebaran sekian ada yang mengatakan oh belum tentu. Dan ini terkait karena bangsa Indonesia lebaran itu festival tidak hanya ritual keagamaann. Tapi sudah melebur pada budaya, pada mudik, ada libur bersama, macam-macam dan itu implikasi nya besar secara nasional," lanjut Lukman.