Tinggikah Intensi Masyarakat Membeli Produk Halal? Penelitian Ini Temukan Jawabannya
Menjadi negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, penelitian ini ungkap sebesar apa intensi masyarakat Indonesia dalam membeli produk halal.
Editor: Content Writer
Lewat Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), pemerintah secara resmi memberi perlindungan bagi masyarakat muslim Indonesia dalam mencari produk-produk bersertifikasi halal.
Dengan hadirnya UU tersebut, lantas seperti apakah intensi masyarakat dalam membeli produk-produk halal?
Untuk mencari jawabannya, penelitian pun dilakukan pada 1200 orang di 12 provinsi dan 23 lokasi seperti Sumatera Barat (Padang dan Pasaman), Riau (Pekanbaru dan Kampar), Sumatera Selatan (Palembang dan Banyuasin), DKI Jakarta, Jawa Barat (Bandung dan Kuningan), Yogyakarta (Yogyakarta dan Gunung Kidul), dan Jawa Timur (Surabaya dan Madiun).
Serta Bali (Denpasar dan Badung), Kalimantan Selatan (Banjarmasin dan Tanah Laut), Sulawesi Selatan (Makassar dan Gowa), Sulawesi Utara (Manado dan Minahasa) dan Nusa Tenggara Barat (Mataram dan Praya).
Dari penelitian tersebut ditemukan jika pada daerah muslim minoritas, seperti provinsi Bali dan Sulawesi Utara, masyarakat muslim setempat sangat memperhatikan sertifikasi halal dalam membeli suatu produk.
Hal yang berbeda terjadi di DKI Jakarta, yang ternyata memiliki tingkat intensi membeli produk halal yang rendah, karena masyarakat lebih dipengaruhi faktor gaya hidup daripada memperhatikan produk halal.
Sedangkan jika melihat dari segi gender, perempuan cenderung lebih kuat membeli produk halal dibandingkan laki-laki karena diprediksi memiliki tingkat perhatian lebih tinggi yang dipengaruhi faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi.
Dilihat dari segi pernikahan ditemukan juga jika mereka yang sudah menikah memiliki kecenderungan kuat membeli produk halal dibandingkan yang belum menikah atau janda/duda. Apalagi pada penelitian tersebut ditemukan bahwa keluarga menjadi acuan dan patokan utama bagi seseorang dalam memilih produk halal, diikuti pengaruh dari teman dan guru/ustadz.
Tak hanya faktor eksternal, religiusitas ternyata terbukti memiliki pengaruh paling besar dalam intensi membeli produk halal, sehingga dapat disimpulkan semakin religius seseorang maka semakin tinggi intensi mereka membeli produk-produk halal.
Namun yang sedikit membuat tercengang, ditemukan jika sebagian responden yang mengetahui label halal MUI dan paham terhadap keberadaan label tersebut, ternyata tak terlalu memperhatikan sertifikasi halal ketika membeli barang.
Melihat semakin tinggi intensi membeli produk bersertifikasi halal, ditambah temuan-temuan di atas diharapkan peran pemerintah melalui Kementerian Agama dan BPJH untuk memberikan sosialisasi, sistem pengawasan, juga sanksi kepada produsen agar mereka yang memiliki intensi membeli produk halal semakin terlindungi hak konsumennya.