Respons Polri Sikapi Pernyataan Kontras Soal Pembatasan Akses Terhadap Tersangka Kerusuhan 22 Mei
Polri membantah adanya pembatasan akses terhadap saksi maupun tersangka Kerusuhan 21-22 Mei 2019 seperti yang dikatakan KontraS.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri membantah adanya pembatasan akses terhadap saksi maupun tersangka Kerusuhan 21-22 Mei 2019 seperti yang dikatakan KontraS.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra menjelaskan penyidik memerlukan waktu untuk memeriksa orang setelah penangkapan.
Sehingga, menurutnya terkesan ada pembatasan ketika orang yang baru diamankan tidak diperbolehkan untuk ditemui.
"Tentunya pada fase pertama setelah dilakukan upaya penangkapan ini penyidik perlu waktu memeriksa, sehingga perlu ada ruang dan waktu penyidik melakukan upaya-upaya secara terkonsentrasi pemeriksaannya. Jadi kalau ada kesan tidak boleh pada saat itu ya tentunya memang seperti itu," ujar Asep, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2019).
Baca: Video Panas Remaja Berseragam SMK Beredar, Terdengar Teriakan Ini
Baca: Cara Ampuh Matikan Iklan di HP Xiaomi yang Membuatmu Cukup Terganggu
Baca: Respons Romahurmuziy Saat Ditanya Soal Keterlibatan Menteri Agama Dalam Kasus Suap Jual Beli Jabatan
Mantan Kapolres Metro Bekasi Kabupaten itu pun memberikan contoh nyata bahwa kepolisian memberikan akses kepada pihak keluarga dan pendampingan kuasa hukum.
Bukti yang dimaksud adalah adanya 100 orang yang telah ditangguhkan penahanannya dari 447 orang yang ditahan pasca kerusuhan 21-22 Mei.
"Tapi kan kemudian kita berikan akses. Nyatanya apa? 100 dari 447 orang ini kita lakukan penangguhan," kata dia.
"Artinya itu ada sebuah komunikasi kan baik keluarga maupun kuasa hukumnya. Jadi tidak benar itu, hanya persoalan waktu saja," ucap Asep.
Pernyataan KontraS
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan pihak kepolisian yang melakukan pembatasan akses terhadap saksi maupun tersangka Kerusuhan 21-22 Mei 2019 lalu.
Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi KontraS Ferri Kusuma mengatakan, berdasarkan pengaduan yang diterima pihaknya, orang-orang yang ditangkap kesulitan untuk bertemu dengan keluarganya.
“Selain itu, tidak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum/advokat. Hal ini bertentangan dengan Pasal 60 KUHAP, dimana setiap tersangka berhak untuk menerima kunjungan dari keluarganya,” kata Ferri saat menggelar konferensi pers di kantor KontraS, Jalan Kramat II, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/19).
Baca: Poltekpar Tingkatkan SDM Lewat Pelatihan Hotel System VHP
Dia mengungkapkan, pihaknya sempat membuat posko pengaduan terkait kerusuhan yang terjadi pada 21-22 Mei 2019 tersebut.
“Ada 7 laporan ke kita terkait kerusuhan tersebut, itu setelah digabung dengan laporan dari LBH Jakarta. Kami sempat membuka posko pengaduan selama 4 hari,” kata Ferri.
Tak hanya itu, kata dia, pihak KontraS juga sempat mendapat laporan soal orang hilang dalam kerusuhan tersebut.
Baca: Serapan Anggaran Baru 19 Persen, Menteri PUPR Sebut Karena Faktor Tahun Politik dan Lebaran 2019
Namun, laporan tersebut dicabut keesokan harinya.
“Laporan orang hilang itu dicabut keesokan harinya karena yang bersangkutan ditemukan,” ujar Ferri.
Ditangguhkan penahanan
Kepolisian telah menahan 447 orang terkait peristiwa kerusuhan 21-22 Mei.
Bagaimana nasib ratusan orang itu kini?
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan 100 dari 447 orang yang ditahan tersebut telah ditangguhkan penahanannya.
"Iya betul, dari 447 ada 100 orang yang sudah ditangguhkan oleh penyidik dengan berbagai pertimbangan," ujar Asep, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2019).
Baca: Keluarga Tak Mengira Robby Sugara Meninggal Akibat Penyakit Jantung
Baca: KPU Akan Cantumkan Penolakan Terhadap Berkas Gugatan Perbaikan Prabowo-Sandi
Baca: Pengacara Han Seo Hee Sebut Ada Artis YG Entertainment Lain yang Menggunakan Narkoba
Pertimbangan-pertimbangan yang dimaksud Asep antara lain seperti bobot keterlibatan orang yang ditahan, kondisi kesehatan, dan lain sebagainya.
"Pertama, adalah pertimbangan bagaimana bobot keterlibatan yang bersangkutan dalam perkara ini, termasuk kondisi kesehatannya juga. Karena ada yang diamankan di saat itu menjadi sebuah temuan yang bersangkutan menjadi korban dari aksi tersebut," ucapnya.
Mantan Kapolres Metro Bekasi Kabupaten itu juga menyebut penangguhan juga dilakukan melihat masing-masing peran ratusan orang yang ditahan tersebut.
Asep menyebut ada orang yang memnag terlibat secara masif dalam unjuk rasa, namun ada pula yang sekedar tak mempedulikan perintah dari aparat keamanan yang bertugas.
Baca: KPU Keberatan Soal Revisi Gugatan Tim Prabowo-Sandi
"Ada yang memang terlibat secara masif melakukan aksi unjuk rasa atau ada yang sekedar tidak mengindahkan perintah aparat keamanan. Misal dikatakan harus bubar tidak mengindahkan itu juga merupakan tindakan melanggar hukum. Diatur dalam pasal 218 KUHP," katanya.
Sebelumnya, Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra menyatakan terdapat sembilan orang meninggal dunia dan sekitar 447 orang ditahan usai kerusuhan 21-22 Mei 2019 silam.
"Sampai hari ini kami mencatat ada sembilan korban meninggal dunia. Dan dari tindakan hukum tanggal 21 dan 22 Mei ini, ada 447 (orang) yang ditahan di Polda Metro Jaya, khususnya," kata Asep saat ditemui di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (12/6).
Asep menjelaskan hingga kini penyelidikan atas penyebab kematian sembilan orang akibat kerusuhan itu masih dilakukan.