Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hasil Survei: Masyarakat Takut Bicara Politik Setelah Kerusuhan 22 Mei

Dua indikator di antaranya yaitu, muncul ketakutan masyarakat terhadap penangkapan semena-mena oleh penegak hukum.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Hasil Survei: Masyarakat Takut Bicara Politik Setelah Kerusuhan 22 Mei
Alex Suban/Alex Suban
Massa melempar ke arahan polisi di Jalan Brigjen Katamso, Slipi, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019). Mereka melakukan aksi pendukung salah satu pasangan capres yang menolak hasil Pemilu 2019. Warta Kota/Alex Suban 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting ( SMRC) menunjukkan, terjadi penurunan tren perbaikan demokrasi, khususnya pasca kerusuhan yang terjadi pada 21 dan 22 Mei 2019.

Dua indikator di antaranya yaitu, muncul ketakutan masyarakat terhadap penangkapan semena-mena oleh penegak hukum.

Kedua, muncul rasa takut masyarakat saat berbicara tentang politik.

"Secara umum, rakyat menilai positif kondisi demokrasi Indonesia setelah 20 tahun. Tetapi, Ada indikasi demokrasi mengalami pelemahan pasca peristiwa kerusuhan 21 dan 22 Mei," ujar peneliti SMRC Sirajuddin Abbas dalam pemaparan survei di Kantor SMRC, Jakarta, Minggu (16/6/2019).

Dalam survei, SMRC menanyakan responden mengenai ketakutan masyarakat saat berbicara tentang politik pasca kerusuhan 21 dan 22 Mei 2019.

Hasilnya, 8 persen menyatakan selalu takut bicara politik.

Kemudian, 35 persen responden menyatakan sering merasa takut. Jika ditotal, maka terdapat 43 persen responden yang takut bicara politik pasca kerusuhan.

Berita Rekomendasi

Berdasarkan survei, tren ketakutan itu mengalami peningkatan. Pasca pemilu 2009, ada 16 persen responden.

Kemudian, pasca pemilu 2014, terdapat 17 persen. Sementara, pasca pemilu dan kerusuhan 21-22 Mei 2019, terdapat 43 persen responden yang merasa takut.

Begitu juga mengenai ketakutan masyarakat terhadap isu penangkapan semena-mena oleh penegak hukum.

SMRC menanyakan responden mengenai ketakutan masyarakat pasca kerusuhan 21 dan 22 Mei 2019.

Hasilnya, 7 persen menyatakan selalu takut terhadap penangkapan.

Kemudian, 31 persen responden menyatakan sering merasa takut. Jika ditotal, maka terdapat 38 persen responden yang takut ditangkap secara semena-mena pasca kerusuhan.

Berdasarkan survei, pasca pemilu 2009, ada 24 persen responden yang merasa takut. Kemudian, pasca pemilu 2014, terdapat 24 persen.

Sementara, pasca pemilu dan kerusuhan 21-22 Mei 2019, angkanya naik menjadi 38 persen responden yang merasa takut.

Survei mengenai opini publik ini dilakukan pada 20 Mei-1 Juni 2019. Pendanaan survei ini dibiayai sendiri oleh SMRC.

SMRC melibatkan 1.078 responden yang dipilih secara acak. Responden adalah penduduk Indonesia berusia 17 tahun ke atas atau yang sudah memiliki hak pilih dalam pemilihan umum.

Pengambilan data dilakukan wawacara tatap muka secara langsung oleh pewawancara yang sudah terlatih.

Adapun, margin of error dalam penelitian ini sebesar lebih kurang 3,05 persen

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tren Takut Bicara Politik dan Penangkapan Semena-mena Meningkat Pasca Kerusuhan 22 Mei"
Penulis : Abba Gabrillin

Baca: Polemik Tradisi Balon Udara

Baca: Nestapa Asisten Rumah Tangga Tewas Ditangan Majikan

Baca: Survey SMRC Mayoritas Warga Anggap Pemilu 2019 Berlangsung Jurdil

Baca: Seorang Pencuri Besi Tewas Dikeroyok 2 Penjaga Proyek Kereta Api Cepat di Bekasi

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas