Investigasi Amnesty Temukan Dugaan Kekerasan Dilakukan Brimob Saat Kerusuhan 21-22 Mei 2019
Peneliti Amnesty International Indonesia Papang Hidayat pun menyoroti soal kekerasan yang dilakukan anggota Brimob di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakar
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amnesty Internasional Indonesia mendesak Polri segera mengusut tuntas dugaan kekerasan yang dilakukan oleh Anggota Brimob terhadap massa aksi pada 21-22 Mei 2019, lalu.
Peneliti Amnesty International Indonesia Papang Hidayat pun menyoroti soal kekerasan yang dilakukan anggota Brimob di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Papang mengatakan, ada lima orang di lahan kosong milik Smart Service Parking di Kampung Bali mendapatkan tindak penyiksaan atau perlakuan buruk lainnya dari para anggota Brimob.
"Kita mengidentifikasi ada lima orang dan ini kejadiannya pada tanggal 23 Mei pukul 05.30 WIB ada personil Brimob yang memaksa masuk, minta dibukakan pintu oleh petugas Smart Service Parking dan kemudian polisi mendapati ada satu rumah yang sudah rusak dan ada orang tidur di dalamnya yang biasa nongkrong di situ pun diambil," kata Papang saat rilis hasil investigasi Amnesty Internasional Indonesia di Kantor Amnesty Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).
Baca: Sebut Anak BUMN Bukan BUMN, Anggota Tim Hukum BPN: Argumentasinya Koruptif
Papang pun mendesak pihak kepolisian mengungkap pelaku penyiksaan itu. Pasalnya, polisi berjanji akan mengungkap oknum yang telah menyalahi prosedur tetap kepolisian.
"Itu harus dilakukan investigasinya. Sudah sebulan lebih, tapi publik belum menerima hasilnya," tambahnya.
Amnesty menganggap insiden Kampung Bali menjadi bagian persoalan. Sebab, kemunculan insiden ini membuktikan kegagalan Indonesia dalam membuat terang praktik penyiksaan.
Terlebih, saat kejadian tersebut, lanjut Papang, Brimob tidak bisa memilah mana pihak yang memang terlibat dalam kerusuhan 21-22 Mei 2019.
"Polisi tidak bisa memilah mana yang melakukan (aksi kerusuhan) dan mana yang tidak," ungkapnya.
"Pertama adalah penyiksaan bukan bagian dari tindak pidana dalam sistem kita. Kedua, mekanisme sistem investigasi dugaan penyiksaan itu harus dilakukan independen. Bukan dari institusi yang melakukan. Itu pekerjaan rumah buat pemerintah saat ini," jelas Papang.
Tak hanya itu, Papang juga menegaskan banyak pihak yang menunggu investigasi yang dilakukan oleh Polri.
Ia menilai, investigasi ini harus dilakukan untuk mengusut soal tindak kekerasan termasuk kejadian salah tangkap di Kampung Bali dan sejumlah wilayah di Jakarta.