Romli Atmasasmita: Kasus yang Melibatkan Individu KPK Harus Dituntaskan
Prof Romli mengatakan seleksi calon pimpinan KPK momentum tepat untuk mengembalikan KPK ke jalurnya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum dari Universitas Padjadjaran Bandung Romli Atmasasmita mengatakan seleksi Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi momen yang tepat untuk mengembalikan lembaga ini ke jalurnya.
Termasuk guna membersihkan lembaga antirasuah tersebut dari figur-figur yang bermasalah.
Romli melihat ada tiga kasus kriminal yang melibatkan individu di internal KPK justru jalan di tempat.
Baca: Pansel Capim KPK Tak Mau Terburu-buru Tentukan Nama Capim 2019-2023
Dua perkara menyangkut mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, serta satu kasus yang melibatkan Penyidik Senior KPK Novel Baswedan.
Begawan hukum pidana terkemuka di Indonesia ini heran kenapa Kejaksaan menghentikan tiga kasus tersebut.
"Novel itu sudah kalah di sidang praperadilan, kok jaksa berhenti. Bongkar lagi dan teruskan saja," kata Romli, di Jakarta, Senin (1/7/2019).
Keberadaan kasus-kasus seperti ini tidak sepantasnya menggunakan institusi KPK sebagai tameng dan tempat berlindung. Selain itu, Romli melihat isu radikalisme juga sudah menjalar di tubuh KPK.
Dia mengapresiasi adanya keterlibatan beberapa lembaga negara lain dalam seleksi Capim KPK kali ini.
Pada periode seleksi sebelumnya, panitia seleksi cuma melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Kali ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) didaulat juga ikut menyeleksi Capim KPK.
Diharapkan, pelibatan seperti ini bisa menghasilkan pimpinan KPK yang kredibel, memiliki pengetahuan dan pengalaman hukum pidana yang mumpuni, dan berani bersih-bersih KPK.
Ketiadaan beberapa indikator di atas membuat pimpinan KPK kalah power dari bawahannya.
“Pimpinan harus punya pengetahuan lebih dan pengalaman. Kalau tidak bisa mengoreksi bawahan, sebaiknya mundur saja dari sekarang," ujar Romli.
Di sinilah, menurut Romli, komposisi figur pimpinan KPK harus kembali ke posisi ideal seperti dua periode awal. Kala itu, pimpinan KPK memiliki latar belakang beragam: polisi, jaksa, birokrat, pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan menguasai ekonomi keuangan.
Mereka bisa bekerja profesional, serta tahu dan paham kultur birokrasi, termasuk budaya masyarakat.
Dari situ tercipta hubungan antar lembaga, khususnya dengan sesama institusi penegak hukum, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan, bisa berjalan harmonis.
Hubungan baik dengan Kepolisian dan Kejaksaan ini sudah menjadi amanat UU KPK serta merupakan tujuan pendiriannya.
Selain memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), tujuan pendirian KPK itu untuk membantu polisi dan jaksa dalam menegakkan hukum. Ketiga lembaga ini harus menjadi partner dan saling menghormati.
Sebab itu, Romli menyambut baik keikutsertaan beberapa perwira tinggi (Pati) Polri dalam seleksi Capim KPK.
Langkah ini seharusnya diikuti Kejaksaan Agung dengan mengirimkan minimal Asisten Tindak Pidana Bagian Umum dan Asisten Tindak Pidana Khusus dalam seleksi Capim KPK.
Romli pun mengapresiasi partisipasi dua Pati Polri berbintang dua dalam seleksi Capim KPK yang dianggapnya sangat memenuhi kualifikasi.
Keduanya adalah Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri Inspektur Jenderal Antam Novambar dan perwira tinggi Bareskrim Polri yang sedang dalam penugasan di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Inspektur Jenderal Dharma Pongrekun.
"Dua Irjen itu paham dan berani untuk menangkal radikalisme serta bersih-bersih internal KPK," kata dia menegaskan.