Kemensos Siap Bekerja Sama dengan Bulog Salurkan Beras untuk BPNT
Walaupun sadar menuai kritik, Mensos percaya ke depannya Bulog akan menyalurkan beras berkualitas kepada masyarakat.
Editor: Content Writer
“BPNT merupakan program yang bersifat terbuka, sehingga semua kalangan dapat berpartisipasi dalam program ini. Kami yakin, upaya pengentasan kemiskinan akan semakin akseleratif, manakala partisipasi publik dibuka seluas-luasnya,” kata Mensos.
Peran Bulog
Mensos juga sependapat dengan pernyataan Budi Waseso bahwa dalam pemenuhan bansos pangan, khususnya beras untuk BPNT, dilakukan dengan menghindarkan dari adanya monopoli. “Sebab, bank sendiri menyalurkan bantuan langsung ke rekening KPM,” kata Mensos.
Dalam kesempatan ini, Mensos kembali membuka diri terhadap peran lebih banyak dalam penyaluran BPNT di 514 kabupaten/kota di tahun 2019 ini. “Yakni melalui kerja sama dengan e-warong yang sudah ada (e-warong Kube, agen bank, dan RPK mitra Bulog) sebagai penyalur/pemasok bahan pangan, baik beras maupun telur terutama di daerah-daerah non penghasil beras,” kata Mensos.
Hal ini juga dapat membantu percepatan pendistribusian stok beras yang dimiliki Perum Bulog. “Melalui strategi manajemen pemasaran yang dimiliki, saya yakin Perum Bulog dapat berperan lebih optimal dalam penyaluran BPNT sesuai dengan prinsip 6T,” kata Mensos.
Di bagian lain, Direktur Jenderal Penangan Fakir Miskin Andi ZA Dulung menyatakan, sampai 4 Juli 2019, realisasi Bansos Rastra sudah disalurkan 288 ribu ton beras (97,7 persen) kepada 2,9 juta KPM di wilayah kabupaten/kota penerima program Bantuan Sosial Rastra.
“Kemudian, sebanyak 11,9 juta KPM sudah menerima dana bantuan BPNT-nya dan 89,9% di antaranya sudah memanfaatkan dana bantuannya,” kata Andi.
Namun demikian, beberapa daerah masih memiliki kendala dalam penyaluran Rastra. Yaitu Kubu Raya (Kalimantan Barat) terkendala dengan data wilayah administratif desa yang hilang yang berakibat anomali distribusi data di desa lainnya. Kutai Barat dan Mahakam Ulu (Kalimantan Timur), Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Manggarai, dan Manggarai Timur (NTT) terkendala dengan cuaca dan armada yang terbatas.
“Kemudian di Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Membramo Tengah, Tolikara, Puncak Jaya, Yalimo, Nduga, Lani Jaya, dan Puncak (Papua) terkendala akses geografis dan transportasi,” kata Andi.
“Kendala-kendala ini perlu menjadi perhatian, karena menyangkut hak keluarga miskin dan rentan sebagai warga negara Indonesia yang menjadi tanggungan Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Andi.(*)