Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Amnesty Internasional Indonesia - SAFEnet Desak Presiden Jokowi Berikan Amnesti ke Baiq Nuril

MA menilai Nuril salah karena mentransmisikan konten asusila. MA mengamini putusan kasasi dengan menyatakan tidak ada kekhilafan hakim

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Amnesty Internasional Indonesia - SAFEnet Desak Presiden Jokowi Berikan Amnesti ke Baiq Nuril
TribunJakarta.com/Ega Alfreda
Baiq Nuril Maknun saat ditemui di Terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang untuk kembali ke Mataram, Kamis (22/11/2018) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Presiden Joko Widodo harus segera dan secara proaktif memberikan amnesti kepada Baiq Nuril Maknun setelah Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh  Nuril, yang sebenarnya adalah korban pelecehan seksual.

Selain itu, ‎Amnesty Internasional Indonesia dan SAFEnet secara pararel juga meminta Dewan Perwakilan Rakyat segera memberi pertimbangan kepada Presiden mengenai perlunya amnesti sesuai Pasal 14 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Diketahui dalam putusan PK, MA menyatakan Nuril pantas menerima ganjaran kurungan karena telah merekam dan/atau mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya percakapan mesum dengan seorang pimpinan sekolah menengah atas di kota Mataram, sehingga membuat malu keluarga yang bersangkutan. 

MA menilai Nuril salah karena mentransmisikan konten asusila. MA mengamini putusan kasasi dengan menyatakan tidak ada kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dalam putusan tersebut, dan bahwa pertimbangan hukum putusan judex juris itu sudah tepat.

Baca: Kecewa Jokowi-Maruf Menang, Pria Ini Sebar Hoaks dan Cemarkan Nama Baik Mahkamah Konstitusi

Baca: Live Streaming Perseru Badak Lampung FC vs Barito Putera: 4 Menit 2 Gol, Skor Berbalik 2-1

Baca: Menhub Siap Support Infrastruktur Pariwisata Sulawesi Utara

Baca: BPPT Terapkan Teknologi Modifikasi Cuaca Antisipasi Pencemaran Udara

Dengan penolakan PK, Baiq Nuril akan tetap dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp. 500 juta subsider 3 bulan kurungan atas perbuatan merekam aksi pelecehan seksual yang dilakukan oleh kepala sekolah tempat dirinya bekerja.

Aviva Nababan dari Amnesty International Indonesia merasa putusan ini patut disesalkan. Nuril adalah korban pelecehan seksual di Mataram, Nusa Tenggara Barat. 

BERITA REKOMENDASI

Atas laporan dari pelaku, Nuril dijerat Pasal 27 ayat 1 UU ITE junctoPasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) khususnya terkait penyebaran informasi elektronik yang muatannya dinilai melanggar norma kesusilaan.

"Sekaranglah saat yang tepat bagi Presiden Jokowi sebagai pemegang otoritas tertinggi negara untuk menghadirkan keadilan bagi seorang warganya, dengan memberikan Amnesti," ungkap Aviva Nababan dalam ‎keterangannya, Jumat (5/7/2019)

"Langkah ini tidak harus menunggu korban untuk mengajukannya. Presiden, disertai pertimbangan DPR RI, dapat secara proaktif memberikannya jika melihat terjadi ketidakadilan terhadap seorang warga negara," paparnya lagi.

Lebih lanjut, Damar Juniarto dari SAFENet merasa hal ini penting untuk dilakukan oleh Presiden sebagai upaya untuk memberikan dukungan kepada korban-koran pelecehan seksual lain di Indonesia dalam menghadapi kasus-kasus kriminalisasi yang tidak seharusnya mereka alami.

"SAFEnet dan Amnesty International Indonesia menilai, alasan tersebut menunjukkan perspektif hukum Majelis hakim sidang PK tidak lengkap dalam menimbang keadilan bagi Nuril dan justru menyalahkan korban pelecehan seksual yang berusaha mengungkapkan kejahatan yang terjadi terhadapnya," tegas Damar Juniarto.


Penolakan PK, menurut Damar Juniarto membuktikan sulitnya korban pelecehan seksual mencari keadilan. Korban bukan saja direndahkan, tetapi dengan mudah dianggap sebagai sumber atau pelaku kejahatan. Ke depan, penolakan PK ini dapat membuat korban lainnya dari pelecehan seksual atau kekerasan seksual akan semakin takut bersuara.

Perlu diingat latar belakang kasus ini, yakni bahwa Nuril, yang saat kasus terjadi bekerja sebagai guru honorer di sebuah SMA di Mataram, NTB, merekam perbincangan mesum dengan kepala sekolah yang saat itu merupakan atasannya karena tidak nyaman sekaligus untuk memiliki bukti guna menampik tuduhan bahwa ia memiliki hubungan khusus dengan kepala sekolah tersebut. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas