Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mabes Polri Belum Terima Laporan Hasil Investigasi TGPF Kasus Novel Baswedan

Mabes Polri menegaskan belum menerima laporan hasil investigasi tim gabungan pencari fakta (TGPF) terkait kasus Novel Baswedan.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Mabes Polri Belum Terima Laporan Hasil Investigasi TGPF Kasus Novel Baswedan
Tribunnews.com/ Vincentius Jyestha
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (9/7/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mabes Polri menegaskan belum menerima laporan hasil investigasi tim gabungan pencari fakta (TGPF) terkait kasus Novel Baswedan.

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan dirinya masih menunggu laporan dari pihak TGPF untuk diserahkan kepada Polri.

"Hari ini kan belum diterima (laporannya) sampai hari ini jadi masih diagendakan dari TGPF itu menyerahkan hasilnya ke Mabes Polri," ujar Dedi di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (9/7/2019).

Baca: Pengamat: Gemuknya Koalisi Pemerintah Hanya Akan Ciptakan Tarik Ulur Kepentingan

Baca: ‎Temui Jokowi, Gubernur Ganjar Pranowo Ingin Jawa Tengah Jadi Pusat Furnitur Indonesia

Baca: Wakil Ketua KPK Sebut Putusan MA Atas Kasasi Syafruddin Arsyad Tumenggung Aneh Bin Ajaib

Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu menyebut investigasi TGPF diketahui sudah selesai.

Nantinya, kata dia, pihaknya akan mempelajari data temuan dan berusaha menindaklanjuti secara maksimal.

Jenderal bintang satu itu juga mengatakan setelah dipelajari, Korpw Bhayangkara akan membeberkan data temuan TGPF itu melalui Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal.

Baca: 1.000 Bikers Panaskan MXGP di National Honda Roadventure

Berita Rekomendasi

"Hasilnya sudah selesai, masih menunggu penyerahan biar dipelajari dulu, ya kita masih punya waktu untuk mempelajari," ucapnya.

"Mabes akan mempelajari dan tentunya nanti tim teknis nanti akan menyampaikan dan menindaklanjuti jadi nanti Pak Kadiv akan menyampaikan apa hasilnya dan kemudian apa langkah-langkahnya untuk tim teknis apa yang harus dilakukan," katanya.

Dianggap gagal

Minggu (7/7/2019) kemarin tepat berakhirnya masa kerja tim satuan khusus (satgas) kasus penyiraman air keras penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Namun, enam bulan berlalu, tim bentukan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian itu belum juga berhasil mengungkap pelaku penyerangan.

Baca: Pegawai KPK Berharap Ada Perkembangan Signifikan Tim Gabungan Polri untuk Kasus Novel

Asia Pasific Advocacy Manager Amnesty International USA Fransisco Bencosme dan Penyidik KPK Novel Baswedan.
Asia Pasific Advocacy Manager Amnesty International USA Fransisco Bencosme dan Penyidik KPK Novel Baswedan. (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

Surat tugas tim dengan nomor Sgas/3/I/HUK6.6/2019 telah dikeluarkan.

Isinya menerangkan tim resmi bekerja sejak 8 Januari 2019.

Kapolri Tito bertindak langsung sebagai penanggung jawab.

Sementara, Kabareskrim Polri Irjen Pol Idham Azis dan Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Nico Afinta didapuk sebagai ketua serta wakil ketua tim berisi 65 anggota yang berasal dari beberapa kalangan itu.

Surat tugas tersebut juga menyebutkan, tim memiliki masa kerja selama enam bulan.

Terhitung mulai 8 Januari hingga 7 Juli 2019.

Selama itu, tim ditugaskan untuk mengungkap pelaku utama kasus penyiraman air keras yang membuat mata kiri Novel cacat.

Namun, hingga saat ini, kerja tim belum kunjung membuahkan hasil.

Menanggapi hal ini, Anggota Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengaku prihatin.

Ia menilai, kerja tim hingga saat ini telah menunjukkan kegagalan.

Penyidik KPK Novel Baswedan sedang diskusi di Lobi Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/04/2019). Acara tersebut memperingati 2 tahun atas penyerangan Penyidik KPK Novel Baswedan hingga sekarang kasusnya belum terungkap. TRIBUNNEWS/MUHAMMAD FADHLULLAH
Penyidik KPK Novel Baswedan sedang diskusi di Lobi Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/04/2019). Acara tersebut memperingati 2 tahun atas penyerangan Penyidik KPK Novel Baswedan hingga sekarang kasusnya belum terungkap. TRIBUNNEWS/MUHAMMAD FADHLULLAH (Tribunnews/MUHAMMAD FADHLULLAH)

Pasalnya, tim tidak dapat mengungkap satu pun aktor yang bertanggung jawab atas penyerangan tersebut.

Apalagi, menurut Wana, sebagian besar anggota tim atau sedikitnya 53 orang di antaranya berasal dari kalangan Polri.

Hal ini, katanya, membuat masyarakat pesimis dengan kinerja tim lantaran dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan.

Pasalnya, sejak awal kasus mencuat, diduga ada anggota kepolisian yang ikut terlibat.

"Sejak pertama kali (tim) dibentuk, masyarakat pesimis atas kinerja tim tersebut," kata Wana kepada pewarta, Senin (8/7/2019).

Harapan masyarakat pun tertuju kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mereka mendesak Presiden Jokowi untuk membentuk tim independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Namun, kata Wana, harapan itu terpaksa pupus.

"Sayangnya, Presiden seolah-olah melepaskan tanggung jawabnya sebagai panglima tertinggi. Padahal salah satu janji politiknya dalam isu pemberantasan korupsi yaitu ingin memperkuat KPK," katanya.

Wana menyoroti proses penanganan perkara oleh tim yang terkesan sebatas formalitas belaka.

Salah satunya, saat tim mengunjungi Kota Malang, Jawa Timur, untuk melakukan penyelidikan.

Hasil kerja tim saat itu, tidak disampaikan kepada publik.

Begitu pula hasil pemeriksaan terhadap Novel yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (20/6/2019) lalu.

"Ini mengindikasikan bahwa keseriusan tim tersebut patut dipertanyakan akuntabilitasnya. Sebab sejak tim dibentuk tidak permah ada satu informasi pun yang disampaikan ke publik mengenai calon tersangka yang diduga melakukan penyerangan," tandasnya.

Wana pun membandingkan teknis penanganan perkara Novel dengan sejumlah kasus besar yang pernah ditangani Polri.

Salah satunya, soal pengungkapan pelaku kasus pembunuhan di Pulomas, Jakarta Timur.

Menurut Wana, aparat hanya butuh waktu selama 19 jam pasca penyekapan korban untuk menangkap pelaku.

"Sedangkan untuk kasus Novel waktu penyelesaiannya lebih dari dua tahun. Hal ini diduga karena adanya keterlibatan elit atas penyerangan Novel," ungkapnya.

Karenanya, Wana mewakili ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi mendesak Presiden Jokowi untuk segera membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang independen agar menunjukkan keberpihakan pada pemberantasan korupsi.

Selain itu, ia juga menuntut tim satgas supaya menyampaikan laporan penanganan kasus Novel kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.

Sementara itu, Tim Advokasi Novel Baswedan, Haris Azhar hanya bisa pasrah terhadap proses penanganan kasus kliennya yang dilakukan tim satgas Polri.

Ia menuding, negara tidak sepenuhnya serius untuk mengungkap kasus tersebut.

"Biarin saja. Sebelum ada tim itu, negara juga enggak ngurusin Novel," kata Haris.

Bahkan, KPK sebagai institusi yang mempekerjakan Novel ia anggap tidak peduli terhadap kasus kliennya.

"Pimpinan sekarang sudah mau take off, nyari tiket semua harga mahal. Sudah mau selesai, ngapain pusing," tandas Haris.

Dikonfirmasi terpisah, Anggota Tim Satgas Novel, Hendardi, menyampaikan hasil penanganan perkara tersebut belum bisa disampaikan kepada publik.

Hal ini lantaran proses penanganan masih berada dalam tahap penyelidikan.

Penyidik KPK Novel Baswedan bersama Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo dan tokoh masyarakat serta mahasiswa mendeklarasikan hari teror pemberantasan korupsi pada peringatan dua tahun kasus kekerasan yang menimpa Novel di depan gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/4/2019). Peringatan yang dihadiri tokoh masyarakat, akademisi, masyarakat sipil, seniman, dan mahasiswa tersebut diisi dengan deklarasi lima tuntutan terhadap presiden agar menuntaskan kasus teror terhadap Novel, membentuk TGPF Independen, memerangi teror dan pelemahan terhadap KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik KPK Novel Baswedan bersama Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo dan tokoh masyarakat serta mahasiswa mendeklarasikan hari teror pemberantasan korupsi pada peringatan dua tahun kasus kekerasan yang menimpa Novel di depan gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/4/2019). Peringatan yang dihadiri tokoh masyarakat, akademisi, masyarakat sipil, seniman, dan mahasiswa tersebut diisi dengan deklarasi lima tuntutan terhadap presiden agar menuntaskan kasus teror terhadap Novel, membentuk TGPF Independen, memerangi teror dan pelemahan terhadap KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Kami mesti sampaikan laporan kepada Kapolri dulu yang memberikan mandat kepada tim, bukan kepada ICW atau siapapun," ujar Hendardi.

Ia menambahkan, pihaknya akan menyampaikan laporan kepada Kapolri Tito Karnavian sebagai penanggung jawab tim pekan depan. Laporan tersebut, katanya, berisi rekomendasi serta temuan terkait kasus penyiraman air keras Novel.

"Nanti selanjutnya setelah dipelajari oleh Kapolri terserah Kapolri bagaimana mekanismenya utk menyampaikan pada publik dan menindaklanjuti temuan dan rekomendasi kami," pungkasnya.

Baca: Pengakuan Novel Bamukmin soal Izin Unjuk Rasa di MK Dipatahkan Polisi, Jubir BPN Bereaksi

Seperti diketahui, Novel disiram air keras pada 11 April 2017 setelah mantan polisi itu melaksanakan salat Subuh berjemaah di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Namun, pelaku penyiraman dan aktor intelektual yang membuat mata Novel cacat tak kunjung terungkap.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas