Rieke Diah Pitaloka Titipkan Surat Penangguhan Penahanan Baiq Nuril Kepada Ketua DPR dan Komisi III
Rieke menitipkan surat penagguhan penahanan Baiq Nuril atas nama dirinya kepada Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) dan Anggota Komisi III.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka mendampingi terdakwa pelanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril ke DPR untuk berdiskusi bersama anggota Komisi III, Rabu (10/7/2019).
Diskusi digelar untuk membahas amnesti presiden atas kasus yang menjerat Baiq Nuril.
Dalam kesempatan tersebut Rieke menitipkan surat penagguhan penahanan Baiq Nuril atas nama dirinya kepada Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) dan Anggota Komisi III Nasir Djamil.
Surat penangguhan dititipkan kepada Ketua DPR dan Komisi III untuk disampaikan kepada Jaksa Agung M Prasetyo.
Baca: Yusril Yakin MA Tolak Kasasi Prabowo
Baca: Respons TKN Jokowi-Maruf Sikapi Langkah Prabowo-Sandiaga Ajukan Kasasi Kedua ke Mahkamah Agung
Baca: Sedang Berlangsung Live Streaming Borneo FC Vs PSIS: Skor 1-0, Live OChannel
Baca: Kursi Haji Lulung Diperebutkan Calon Incumbent dan Keponakan Prabowo Subianto
"Saya memberikan jaminan kepada Baiq Nuril untuk ditangguhkan penahanannnya," kata Rieke.
Rieke minta penahanan Nuril ditangguhkan selama proses permintaan pengampunan kepada presiden (Amnesti).
Karena menurutnya bisa saja selama proses Amnesti tersebut Kejaksaan selaku eksekutor putusan pengadilan melakukan eksekusi.
Untuk diketahui Nuril divonis 6 bulan penjara serta denda Rp 500 juta atas pelanggaran UU ITE.
"Kami mohon dukungan kalau bisa juga banyak pihak yang baik bersurat kepada Kejaksaan Agung akan adanya penangguhan eksekusi terhadap sahabat saya ibu baiq Nuril di luar persoalan Amnesti akan diberikan atau tidak pastikan dulu Ibu Baiq sudah tidak akan dipenjara karena eksekusi dikeluarkan maka proses hukum bergulir dan harus ada eksekusi," katanya.
Rieke menjamin Baiq Nuril tidak akan melarikan diri ke luar negeri, kabur, ataupun menghilang.
Menurutnya Baiq Nuril memiliki tanggungan yakni keluarga yang harus diurus.
Selain itu Rieke berharap surat tersebut disampaikan kepada Jaksa Agung atau bahkan DPR dan Komisi III memanggil Jaksa agung.
"Atau paling tidak panggil saja Jaksa Agung nya, jangan pas pembahasan anggaran saja baru mau datang," pungkasnya.
Baca: Rupiah Ditutup Melemah Bersama Mata Uang Asia Lainnya
Setelah mebacakan permohonan penangguhan penahanan, Rieke kemudian menandatangani surat tersebut, lalu kemudian diserahkan kepada Nasir Djamil dan Ketua DPR Bambang Soesatyo.
Kasus Baiq Nuril berawal pada 2012 lalu.
Saat itu, ia ditelepon kepala sekolah tempatnya bekerja, Muslim.
Percakapan telepon tersebut mengarah pada pelecehan seksual.
Karena selama ini kerap dituding memiliki hubungan dengan muslim, Nuril kemudian merekam percakapan tersebut pada telepon genggamnya.
Karena didesak teman-teman sejawatnya Nuril kemudian menyerahkan rekaman tersebut untuk digunakan sebagai barangbukti laporan dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh muslim ke dinas pendidikan.
Akibat laporan tersebut sang Kepala Sekolah akhirnya dimutasi.
Karena tidak menerima, Muslim lalu melaporkan Nuril ke polisi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE karena menyebarkan rekaman percakapan tersebut.
Laporan itu membuat Nuril sempat ditahan oleh Kepolisian.
Di Pengadilan Negeri Mataram Nuril sebenarnya di Vonis bebas.
Namun Jaksa saat itu tidak puas dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Hakim MA justru memutus Nuril bersalah pada 26 September 2018.
Ia dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.
Kasus tersebut kemudian mengundang simpati publik.
Baca: Respons TKN Jokowi-Maruf Sikapi Langkah Prabowo-Sandiaga Ajukan Kasasi Kedua ke Mahkamah Agung
Apalagi kemudian sang kepala sekolah Muslim justru malah mendapatkan Promosi jabatan sebagai kepala Bidang Pemuda dan Olahraga Kota Mataram.
Selain itu, laporan Nuril adanya dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh atasannya tersebut dihentikan Polda NTB dengan dalih kurangya bukti.
Kuasa hukum Nuril lalu mengajukan upaya hukum terakhir yakni Peninjauan Kembali (PK) ke MA pada Januari 2019.
Pada 4 Juli, MA menolak PK yang diajukan kuasa hukum.
Dengan PK tersebut, Nuril kemudian memperjuangkan keadilan dengan meminta belas kasihan presiden.
Ia berencana meminta Amnesti kepada presiden atas kasus yang menjeratnya itu.