KPK Tegaskan Tidak Memprioritaskan Calon Pimpinan Jilid V dari Institusi Tertentu
KPK menegaskan tidak ada ketentuan yang mewajibkan pimpinan KPK jilid V berasal dari unsur perwakilan institusi tertentu.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak ada ketentuan yang mewajibkan pimpinan KPK jilid V berasal dari unsur perwakilan institusi tertentu.
"Terkait dengan pertanyaan tentang apakah harus ada unsur-unsur perwakilan institusi yang harus ada di KPK untuk menjadi pimpinan KPK, kami mengajak semua pihak untuk tetap mengacu pada aturan yang ada, yaitu Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang KPK," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, kepada pewarta, Jumat (19/7/2019).
Febri menerangkan, pada Pasal 43 ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diatur bahwa keanggotaan komisi atau pimpinan KPK terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
Baca: Tak Sekedar Bagi-bagi Kursi Kabinet, Gerindra Ingin Tukar Konsep Dengan Pemerintah
Baca: Demokrat Bicara Soal Kursi Kabinet: Kami Siap Dalam Posisi Apapun
Baca: Kasus Pengacara Serang Hakim Pakai Ikat Pinggang Saat Sidang, Ini Pengakuan Korban Hingga Reaksi MA
Baca: Minta Selesaikan Kasus Novel, Jokowi Beri Tenggat 3 Bulan Untuk Kapolri
Hal tersebut, imbuhnya, juga diuraikan kembali dalam penjelasan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yaitu 'pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri dari 5 (lima) orang yang merangkap sebagai anggota yang semuanya adalah pejabat negara'.
"Pimpinan tersebut terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat sehingga sistem pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi tetap melekat pada Komisi Pemberantasan Korupsi," ujarnya.
"Dari dua UU tersebut kita memahami bahwa unsur yang diwajibkan sebagai pimpinan KPK adalah unsur pemerintah dan masyarakat, jadi tidak ada ketentuan yang mewajibkan unsur perwakilan institusi tertentu," sambung Febri.
Apalagi, ujarnya, undang-undang mengatur proses yang ketat agar proses seleksi dilakukan secara transparan dan melibatkan keikutsertaan masyarakat serta melalui uji kelayakan di DPR berdasarkan hasil panitia seleksi yang dibentuk Presiden Jokowi.
KPK pun kata Febri mengharapkan proses seleksi tersebut tetap mengacu pada aturan hukum yang berlaku sehingga tidak ada bias-bias pemahaman sejak awal.
"Jangan sampai ada kesan 'penjatahan' dalam kursi pimpinan KPK karena tugas yang akan dilakukan di KPK nantinya tidak akan terpengaruh pada keterwakilan tersebut. Fokus KPK adalah agar dapat menjalankan lima tugas yang diberikan UU secara maksimal, yaitu koordinasi, supervisi, penindakan, pencegahan, dan, 'monitoring'," katanya.
Selain itu, menurutnya, KPK juga mengharapkan keseimbangan gender juga menjadi perhatian dalam proses seleksi pimpinan KPK ini.
Apalagi, katanya, KPK selama ini cukup intens membangun gerakan antikorupsi bersama jaringan-jaringan perempuan, yaitu Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) dan Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA).
"Serta organisasi lain dari unsur masyarakat, akademisi, Polwan, anggota TNI, Kepala Daerah hingga bidan dan tenaga kesehatan di pelosok-pelosok daerah yang fokus dengan semangat pemberantasan korupsi," kata Febri.
Ingatkan Pansel