Elite PKB Sebut Syarat Rekonsiliasi 55:45 Amien Rais Kurang Patut
Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding sangat menyayangkan syarat rekonsiliasi yang diajukan Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding sangat menyayangkan syarat rekonsiliasi yang diajukan Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais.
Amien Rais menyatakan syarat rekonsiliasi berupa presentase Menteri untuk partai koalisi pendukung Jokowi-Maruf Amin dan Prabowo-Sandiaga, 55 persen berbanding 45 persen.
Sangat disayangkan, imbuh dia, karena syarat transaksional itu datang dari seorang politikus senior sekelas Amien Rais.
"Memang sangat kita sayangkan pernyataan tersebut datang dari pak Amien Rais," ujar Wakil Ketua TKN Jokowi-Maruf Amin ini kepada Tribunnews.com, Senin (22/7/2019).
Baca: Dikabarkan Dekat dengan Sutradara, Nikita Mirzani Sebut Hanya Teman Saja
Baca: Hasil Barito Putera Vs Persela Lamongan: Peluang Terbuang, Skor Berakhir Imbang Berhias Kartu Merah
Baca: Sekjen PBNU Sebut Hal Wajar Jika Ada Pihak yang Menginginkan Kader NU Jadi Menteri
Baca: BREAKING NEWS : Warga Pekalongan Temukan Burung Langka Rangkong Julang Emas Tak Berdaya di Hutan
Selain kurang patut, kata anggota DPR RI ini, mantan Ketua MPR RI itu juga menegaskan pendidikan politik yang transaksional kepada generasi penerus bangsa.
"Kurang patut. Selain itu beliau juga menegaskan pendidikan politik yang transaksional," jelas Karding.
Apalagi pada posisi yang kalah, menurut dia, mestinya memahami posisinya.
Di samping itu juga, dia mengingatkan, arus kuat masyarakat menginginkan fungsi oposisi dalam sistem politik.
Karena itu, imbuh dia, yang kalah legowo untuk tetap berada di luar pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.
"Idealnya yang sejak awal memilih berbeda maka membangun fungsi oposisi," katanya.
Reaksi Drajad Wibowo
Wakil Ketua Dewan Kehormatan PAN Drajad Wibowo mengatakan, yang dimaksud senior partainya Amien Rais tentang pembagian porsi 55:45, adalah kursi di pemerintahan.
Drajad juga menjelaskan bahwa pembagian porsi demikian antara pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno merupakan salah satu syarat rekonsiliasi pasca-Pemilu 2019.
"Jadi, akan terjadi rekonsiliasi dukungan, yang disesuaikan juga dengan persentase suara resmi (perolehan suara parpol yang diumumkan KPU)," ujar Drajad saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/7/2019).
Dradjad mengatakan, usul pembagian kursi sebesar 55:45 di dalam pemerintahan itu diungkapkan Amien Rais didasarkan kepada persentase perolehan suara pilpres yang diumumkan oleh KPU.
Baca: Polisi Sebut Nunung Tidak Kooperatif Saat Ditangkap
Dengan demikian, apabila sebanyak 45 persen kursi di pemerintahan diberikan kepada kubu Prabowo, maka dukungan terhadap pemerintah baru menjadi 100 persen.
Pemerintah diyakini akan kuat.
"Artinya, nanti 55 ditambah 45 sama dengan 100 persen. Itu bersama-sama membantu pak Jokowi dan pak Ma’ruf sebagai Presiden dan Wapres," kata Dradjad.
Meski demikian, Drajad juga menyebut bahwa Amien sendiri tidak yakin konsep tersebut dapat terwujud.
Namun, itu tidak jadi sebuah masalah bagi Amien.
"Jika tidak disetujui ya tidak masalah. Solusi dari pak Amien itu juga kan merespon keinginan Pak Jokowi dan tim beliau," ujar Drajad.
Aspirasi 212
Drajad juga mengatakan Amien Rais ingin agar aspirasi Persaudaraan Alumni (PA) 212 diakomodasi oleh pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"(Pernyataan Amien Rais) mengakomodasi aspirasi dan perjuangan para pendukung Prabowo, termasuk tentunya jemaah 212," ujar Dradjad
Sementara itu, lanjut Dradjad, platform perjuangan atau aspirasi PA 212 telah masuk ke dalam visi misi pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait Pilpres 2019.
Dradjad tidak menjelaskan secara spesifik mengenai aspirasi PA 212 yang ia maksud.
Namun seperti diketahui, pada September 2018 lalu, Prabowo menandatangani 17 poin pakta integritas hasil ijtima ulama dan tokoh nasional II.
Beberapa poin pakta integritas antara lain, menjaga kekayaan alam nasional untuk kepentingan sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia, menjamin kehidupan yang layak bagi setiap warga negara untuk dapat mewujudkan kedaulatan pangan, ketersediaan sandang dan papan.
Ada pula soal hak konstitusional dan atributif yang melekat pada jabatan presiden untuk melakukan proses rehabilitasi, menjamin kepulangan, serta memulihkan hak-hak Habib Rizieq Shihab sebagai warga negara Indonesia.
Selain itu, memberikan keadilan kepada para ulama, aktivis 411, 212, dan 313 yang pernah disangkakan.
Penegakan keadilan juga perlu dilakukan terhadap tokoh-tokoh lain yang mengalami penzaliman.
"Karena itu sangat logis jika Pak Amien meminta platform perjuangan Prabowo dan pendukungnya dimasukkan oleh Pak Jokowi sebagai bagian dari platform nasional," kata Dradjad.
"Artinya, akan terjadi 'Rekonsiliasi Platform' antara 'Platform Jokowi' dan 'Platform Prabowo'. Bagaimana rinciannya? Tentu perlu tim ahli dari kedua pihak untuk merumuskannya," ucapnya.
Sebelumnya, Amien Rais mengungkapkan dua syarat rekonsiliasi antara kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Kedua syarat itu yakni diterimanya ide yang diajukan kubu Prabowo dan pembagian kursi 55:45.
Jika tidak, pihaknya memilih jadi oposisi. Amien menilai rekonsiliasi mestinya didasarkan atas kesamaan program atau platform.
Platform yang perlu disamakan adalah soal kedaulatan pangan, energi, tanah, hingga air.
Reaksi PDI Perjuangan
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menanggapi pernyataan Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais soal pembagian porsi kekuasaan menjadi 55-45.
Menurut Hasto Kristiyanto, dalam menentukan kabinet serta pimpinan lembaga pihaknya tidak berdasarkan persentase seperti yang dibicarakan Amien Rais.
"Ya tentu saja kita tidak berbicara berapa persentasenya. Kita bicara mana anak bangsa yang punya kemampuan menjadi pendamping pak Jokowi menjadi pembantu daripada presiden di dalam menjalankan visi misi presiden," ujar Hasto Kristiyanto di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7/2019).
Menurut Hasto Kristiyanto, penentuan menteri yang bakal masuk kabinet merupakan hak prerogatif dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baginya, partai bisa mengusulkan, namun tetap Jokowi akan melihat kompetensi sosok yang akan menjadi pembantunya.
"Kita bernegara berdasarkan konstitusi tidak ada jatah-jatah menteri dengan pengertian itu hak preogratif sepenuhnya. Partai boleh mengusulkan tetapi presiden yang punya kewenangan untuk mengambil keputusan terhadap siapa yang paling pas," tutur Hasto.