Jokowi Bakal Bubarkan TKN Sore Nanti: Peluang Muncul Koalisi Baru hingga Tanggapan Pengamat
Jokowi bakal membubarkan Tim Kampanye Nasional (TKN) Koalisi Indonesia Kerja (KIK), tim pemenangan yang memenangkan Jokowi-Maruf
Penulis: Daryono
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
"Di TKN itu kan tidak hanya elemen-elemen partai saja, tetapi juga ada kelompok relawan."
"Tentu kami berharap bahwa silahturahmi di antara seluruh elemen yang mendukung Pak Jokowi itu bisa tetap berjalan mengawal pemerintah beliau bersma Pak Kyai Ma'ruf Amin," pungkas Arsul.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Arsul Sani membenarkan bahwa esok (26/7)
Ia menyatakan pembubaran TKN akan dilakukan secara formal dan hal ini merupakan langkah lanjutan, pasca berakhirnya kontestasi pemilihan Presiden 2019.
"Memang besok ada undangan dari pimpinan TKN, kepada semua pengurus TKN dan juga sekjen partai, tetapi itu lebih terkait pengakhiran tugas Tim Kampanye Nasional (TKN) paslon 01 ya, kami kan selama ini kan belum menyikapi mau seperti apa. Besok itu baru kemudian kita putuskan, mungkin secara formal TKN itu kita bubarkan, tapi kita bentuk wadah yang lain," ungkap Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2019).
4. Pengamat Sebut Koalisi Gemuk Bakal Bebani Jokowi
Kemungkinan munculnya wadah baru setelah TKN dibubarkan membuka peluang adanya koalisi gemuk.
Hal ini karena mungkin saja bakal ada tambahan parpol di wadah atau koalisi baru.
Pengamat komunikasi politik CSIS, Arya Fernandes, memandang, tambahan parpol yang bergabung ke koalisi pendukung justru akan membebani Jokowi dan pemerintahan lima tahun ke depan.
Baca: TKN Dukung Langkah Jokowi Bubarkan Lembaga Negara Yang Tak Bermanfaat
Menurut dia, seolah ada dua blok di internal koalisi Jokowi, yakni parpol pendukung yang sudah lama berdiri di barisan mereka, dan blok pendatang yang disambut oleh Megawati dan Jokowi.
"Ini tentu tidak menguntungkan bagi Jokowi karena akan kesulitan bernegosiasi dengan dua blok ini yang mungkin saja permintaannya banyak," ujar Arya kepada Kompas.com, Kamis (25/7/2019).
Menurut Arya, lumrah jika partai pendukung Jokowi merasa tak nyaman jika kedatangan personel baru.
Sebab, merekalah yang sejak awal berada di belakang Jokowi.
Bisa jadi muncul kekhawatiran bahwa jika ada partai oposisi yang bergabung, akan berpengaruh pada pembagian posisi strategis.