Sejarah Tsunami Besar di Pantai Selatan Jawa Terkuak dari Mitos Ratu Kidul
Peneliti paleotsunami Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Eko Yulianto mengungkap sejarah tsunami di pantai Selatan lewat mitos Ratu Kidul.
Editor: Adi Suhendi
“Seperti contohnya adalah mitos tentang Ratu Kidul yang diduga adalah metafora bahwa pernah terjadi gelombang besar di pesisir Selatan Jawa,” ujarnya.
Ia menjelaskan, geomitologi bukan sekadar cocokologi seperti yang sering ditemui saat ini.
“Geomitologi tidak hanya berhenti pada mitos-mitos dan spekulasi. Mitos dan spekuluasi tersebut terus diverifikasi dan dibuktikan secara ilmiah. Sementara cocoklogi hanya berhenti pada spekulasi tanpa dibuktikan lebih lanjut,” jelasnya.
Eko mengawali peneltiannya ini karena menemukan adanya lapisan pasir di daerah Pangandaran yang mengindikasikan pernah terjadi tsunami purbakala sekitar 400 tahun lalu.
Ia pun melanjutkan penelitiannya di pesisir Jawa lain dan menemukan rekam jejak yang sama di sekitaran era yang sama.
Baca: Inilah Foto-foto Dampak Erupsi Gunung Tangkuban Parahu
Baca: Prabowo Disebut Bakal Hadiri Kongres PDI Perjuangan di Bali
“Dari sini saya bertanya-tanya, ada peristiwa apa di tanah Jawa pada 400 tahun yang lalu. Ternyata sesuai penjelasan di Babad Tanah Jawi saat itu kerajaan Mataram dibangun Islam dan Panembahan Senopati menjadi raja pertamanya,” ujar Eko.
Ia kemudian mengumpulkan catatan-catatan sejarah dan cerita rakyat untuk menelaah jejak tsunami purbakala ini.
Salah satunya adalah mitos Ratu Kidul yang dipercaya sebagai penguasa pantai selatan Jawa .
“Ada cerita Panembahan Senopati bertapa di pantai Selatan Jawa untuk meminta bantuan kepada Ratu Kidul untuk dapat membangun kerajaan Mataram, sedangkan dirinya bukan keturunan langsung raja. Setelah pertapaan tersebut, timbulah gelombang tinggi,” terangnya.
Eko juga mengaitkan dengan tembang Serat Sri Nata yang menyebutkan adanya bencana gelombang tinggi, airnya panas sehingga mematikan banyak makhluk hidup.
Dalam Serat Sri Nata tertulis bahwa langit kala itu bergemuruh dan gelap disertai petir.
“Bukankah ini membuktikan bahwa bencana itu benar terjadi. Hanya saja Panembahan Senopati berhasil memanfaatkan bencana ini agar seolah-olah Ratu Kidul merestuinya menjadi raja. Ia mengemas bencana ini sebagai mitos turun-temurun untuk kepentingan legitimasi politiknya,” jelas Eko.
Melalui penelitiannya, Eko berharap dapat menguak jejak tsunami purbakala ini sehingga masyarakat dapat lebih waspada dengan potensi bencana yang dihadapi.
“Harapannya kita dapat membangun masyarakat yang lebih rasional dan lebih waspada, serta dapat mempersiapkan diri menghadapi ancaman-ancaman, sehingga kerugian dan korban bisa dikurangi dikurangi. Termasuk juga mengapresiasi cerita itu dalam kajian akademis,” tutup Eko.
Berikut bunyi tembang Serat Sri Nata dari Babad Tanah Jawi;
Kilat thathit abarungan
Panjunegur swara kagiri-giri
Narka yen kiyamat iku
Toya minggah ngawiyat
Apan kadya amor mina toyanipun
Semana datan winarna
Ratu kidul duk miyarsi
ㅤ
Lagya sare kanthi denta
Kagegeran manehe Sang Sung Dewi
Dene naga samya mlayu
Arsa minggah perdata
Ratu Kidul alon denira amuwus
Selawas sun durung mulat
Samodra pan dadi kisik
ㅤ
Dene panase kang toya
Anglir agni klangkung panasing warih
Mina sedaya pan lampus
Baya ari kiyamat.
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia
Kilat dan halilintar bersamaan
Gemuruh suaranya menakutkan
Mengira bahwa itu adalah kiamat
Air naik ke angkasa
Bahkan, seperti bercampur dengan ikan airnya.
ㅤ
Pada saat itu tidak dikisahkan
Ratu Kidul saat mendengarnya
Sedang tidur beralaskan gading
Kacau hati Sang Dewi
Bahkan naga pun semua lari
Ingin naik untuk berkelahi(?)
Ratu Kidul perlahan berkata:
"Selama ini aku belum pernah menyaksikan,
Samudra menjadi pesisir [pantai].
ㅤ
Bahkan panasnya air, bagaikan api,
sangatlah panas airnya
Semua ikan mati
Mungkin hari kiamat ini.
Sumber: lipi.go.id
Menguak Sejarah Tsunami Besar di Pantai Selatan Jawa dari Mitos Ratu Kidul