Arief Hidayat Beberkan Makna Sembilan Majelis MK Hingga Ruang Rapat Permusyawaratan Hakim
Arief Hidayat bercerita soal Pancasila dan sistem demokrasi di Indonesia yang tercermin dari bagaimana MK memutus sebuah perkara
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat bercerita soal Pancasila dan sistem demokrasi di Indonesia yang tercermin dari bagaimana MK memutus sebuah perkara.
Kata Arief, berhukum dan berdemokrasi di Indonesia sesungguhnya disinari ketuhanan.
"Artinya berhukum disinari ketuhanan, berdemokrasi juga disinari ketuhanan," ungkap Arief Hidayat di tengah persidangan sengketa hasil Pileg, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2019).
Arief Hidayat memperjelas maksudnya tersebut dengan mengambil contoh terhadap susunan sembilan majelis hakim MK.
Dari susunan sembilan orang hakim, seluruhnya tidak memeluk agama yang sama, melainkan berasal dari berbagai agama berbeda.
Baca: Catatan Wakil Ketua Komisi II DPR Terkait Rencana Jokowi Pindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan
Baca: Ibu Seorang Pengamen Korban Salah Tangkap Polisi Histeris Gugatan Ganti Rugi Ditolak Hakim
Baca: Irish Bella Mengeluh Sering Mual, Jawaban Dokter Kandungan Bikin Istri Ammar Zoni Gemas
Baca: DPR Minta KASAD Intensifkan Pencarian Helikopter MI-17 TNI AD yang Hilang di Papua
Seperti contoh, dirinya, Enny Nurbaningsih, dan Ketua MK Anwar Usman merupakan seorang muslim.
Sementara I Dewa Gede Palguna beragama Hindu.
Sedangkan Manaham MP Sitompul memeluk agama kristen.
Susunan dengan kemajemukan beragama itu menurut Arief dalam rangka memutus perkara yang adil dari sudut pandang kepercayaan masing-masing dan tetap memegang teguh agama yang dianut.
"Itu dalam rangka memutus perkara seadil-adilnya disinari oleh sinar ketuhanan. Yang muslim berpegang pada Alquran dan Hadis, yang kristen, Bibel," ungkapnya.
Selain itu, ia juga menjelaskan alasan mengapa Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk memutus sebuah perkara mengambil tempat di lantai paling atas gedung.
Pemilihan tempat tersebut kata dia, menyimbolkan supaya mereka disinari sinar ketuhanan.
"Simbolnya adalah supaya disinari sinar ketuhanan," jelas Arief.
"Kita itu berdemokrasi juga disinari oleh sinar ketuhanan, berhukum juga begitu. Kalau semua menjalankan itu, indonesia yang paling baik di dunia karena prinsip ideologi Pancasila," pungkasnya.