Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Citra Partai Politik Akan Positif Ketika Tidak Usung Mantan Koruptor dalam Pilkada 2020

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau partai politik tidak mencalonkan mantan narapidana korupsi dalam Pilkada 2020.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pengamat: Citra Partai Politik Akan Positif Ketika Tidak Usung Mantan Koruptor dalam Pilkada 2020
Tribunnews/JEPRIMA
Bupati Kudus Muhammad Tamzil usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019). KPK menetapkan Bupati Kudus Muhammad Tamzil sebagai tersangka kasus dugaan jual-beli jabatan. Tamzil diduga menerima suap terkait pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau partai politik tidak mencalonkan mantan narapidana korupsi dalam Pilkada 2020.

Pengamat politik dari Universitas Jenderal Achmad Yani, Arlan Siddha menilai usulan tersebut memang idealnya dilakukan partai politik.

"Apalagi jika calon kepala daerah tersebut memiliki rekam jejak yang buruk. Jangankan pada level pernah korupsi pada rekam jejak pembayaran pajak harus sudah diperhatikan dan mejadi catatan," ujar Arlan Siddha kepada Tribunnews.com, Selasa (30/7/2019).

Baca: Sri Mulyani Setuju Tarif Iuran BPJS Kesehatan Dikaji Ulang

Baca: Arief Hidayat Beberkan Makna Sembilan Majelis MK Hingga Ruang Rapat Permusyawaratan Hakim

Baca: Sang Ayah Nyesal Nikahkannya dengan Taqy Malik, Salmafina Sunan Beberkan Ini: Sangat Wajar

Baca: Dijenguk Anak Lelakinya, Nunung Keluhkan Pusing di Dalam Tahanan

Karena itu, dia berharap pada Pilkada 2020 rekam jejak calon harus diperhatikan dan menjadi bahan pelajaran untuk parpol dalam mencalonkan kepala daerah.

Kalau tidak demikian, maka akan terus terjadi kepala daerah yang tersandung korupsi.

Hal tersebut akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada partai politik.

Berita Rekomendasi

Selain itu bisa berimbas pada partisipasi pemilih karena dianggap masyarakat siapapun yang terpilih pasti korupsi.

"Hal ini benar-benar harus diantisipasi dengan baik oleh parpol dengan cara memperketat pencalonan kepala daerah," tegasnya.

Untuk itu bisa saja partai politik bekerja sama dengan pihak lain guna menelusuri rekam jejak calon tersebut.

"Ini semata-mata untuk memperbaiki citra parpol ke depannya," ucapnya.

Memang jaminan kepala daerah tidak akan koruspi sulit untuk dipastikan, karena biaya seseorang untuk menjadi kepala daerah cukup tinggi.

Artinya biaya Pilkada masih terlampau mahal sehingga banyak cara dilakukan oleh kepala daerah terpilih untuk mengembalikan modal selama memerintah.

Jokowi disarankan keluarkan Perppu

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendukung wacana larangan mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada Pilkada serentak 2020.

Untuk mengatur larangan tersebut, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz meminta Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Semestinya ke depan dibuat instrumen hukum yang kuat seperti Perppu atau jika memungkinkan dilakukan revisi undang-undang pemilihan kepala daerah agar mantan napi korupsi tidak dicalonkan lagi," ucap Donal fariz saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2019).

Lebih lanjut, ia mengungkapkan larangan tersebut mendesak dilakukan karena saat ini masih banyak hakim yang belum berani mencabut hak politik seorang koruptor.

Baca: DPR Minta KASAD Intensifkan Pencarian Helikopter MI-17 TNI AD yang Hilang di Papua

Baca: Peringatan Dini Gelombang Tinggi di Perairan Indonesia hingga Kamis (1/8/2019), Berikut Imbauan BMKG

Baca: FPI: Kegiatan Mana yang Bertentangan Pancasila?

Donal Fariz juga berkaca dari keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut Peraturan KPU terkait larangan eks napi korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di Pemilu 2019.

"Karena waktu masih panjang, dimungkinkan untuk membentuk undang-undang, revisi pasal-pasal terkait pasal pencalonan atau kalau secara politik susah melalui revisi undang undang bisa melalui jalur perppu," katanya.

Pernyataan KPK

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menyesalkan kembali terjadinya suap yang melibatkan kepala daerah terkait dengan jual beli jabatan.

KPK baru saja menetapkan Bupati Kudus, Muhammad Tamzil, sebagai tersangka kasus suap.

Baca: Update Bupati Kudus M Tamzil Ditangkap KPK, Merasa Dijebak hingga Tebar Senyuman

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) didampingi Jubir KPK Febri Diansyah (kiri) memberikan keterangan kepada awak media saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/5/2019). KPK menetapkan Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria sebagai tersangka terkait dugaan suap pembangunan Jembatan Ambayan dengan total suap Rp 460 juta. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) didampingi Jubir KPK Febri Diansyah (kiri) memberikan keterangan kepada awak media saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/5/2019). KPK menetapkan Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria sebagai tersangka terkait dugaan suap pembangunan Jembatan Ambayan dengan total suap Rp 460 juta. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Basaria Panjaitan menegaskan agar kasus jual beli jabatan ini tidak boleh terjadi lagi karena merusak tatanan pemerintahan.

"Ini juga tidak sejalan dengan rencana pemerintah untuk pengembangan SDM yang professional sebagai salah satu tujuan dari reformasi birokrasi yang tengah dilakukan. Reformasi birokrasi juga menjadi salah satu fokus dari Program Stranas PK yang sudah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo," ujar Basaria Panjaitan kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019).

Muhammad Tamzil sebelumnya pernah divonis bersalah dalam kasus korupsi dana bantuan saran dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus saat menjadi Bupati Kudus pada periode pertama (2003-2008).

Namun dirinya kembali dicalonkan pada Pilkada Kudus dan kembali menjabat sebagai Bupati.

Melihat hal tersebut, KPK meminta agar partai politik tidak mencalonkan calon kepala daerah yang pernah menjadi napi korupsi.

"Dengan terjadinya peristiwa ini, KPK kembali mengingatkan agar pada Pilkada Tahun 2020 mendatang, partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk," tegas Basaria Panjaitan.

"Kasus ini juga sekaligus menjadi pelajaran bagi parpol dan masyarakat bahwa penting untuk menelusuri rekam jejak calon kepala daerah. Jangan pernah lagi memberikan kesempatan kepada koruptor untuk dipilih," tambah Basaria Panjaitan.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Muhammad Tamzil sebagai tersangka kasus gratifikasi terkait pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019

Dalam kasus ini, selain menetapkan Muhammad Tamzil, sebagai penerima KPK juga menetapkan Staff Khusus Bupati, Agus Surantoe, sebagai tersangka.

Sedangkan pihak yang diduga menjadi pemberi adalah Plt Sekretaris Dinas DPPKAD Kabupaten Kudus, Plt Sekretaris Dinas DPPKAD Kabupaten Kudus, Akhmad Sofyan.

Baca: Ditetapkan Tersangka, Bupati Kudus Pernah Dipenjara Bersama Staf Khususnya

Terhadap pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas