Pemerintah Bakal Revisi Undang-Undang ITE
"Nanti saya dengan Menkominfo akan duduk bersama untuk melihat, untuk revisi dari Undang-Undang ITE," kata Yasonna
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
"Kalau bisa, seandainya ada ruang tempat korban seperti saya untuk melapor, mungkin untuk diberikan semacam pendampingan, mungkin seharusnya ada ya di setiap daerah," paparnya.
Namun sayang keinginan Baiq Nuril tersebut tidak dapat tersampaikan secara langsung kepada Jokowi agar ada tempat mengadu maupun pendampingan bagi korban pelecehan seksual.
Ia mengaku terlalu gugup saat berhadapan Jokowi untuk menerima salinan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2019 Tentang Pemberian Amnesti kepadanya.
"Mungkin karena saya gugup, jadinya saya cuma bisa bilang terima kasih atas perhatiannya sampai saya diberikan amnesti," ucap Baiq Nuril.
Sebelumnya, Baiq Nuril merupakan tenaga honorer di SMAN 7 Mataram. Kasusnya berawal pada 2012 lalu.
Saat itu, ia ditelepon oleh kepala sekolahnya, Muslim.
Percakapan telepon tersebut mengarah pada pelecehan seksual.
Karena selama ini kerap dituding memiliki hubungan dengan muslim, Nuril kemudian merekam percakapan tersebut pada telepon genggamnya.
Karena didesak teman-teman sejawatnya Nuril kemudian menyerahkan rekaman tersebut untuk digunakan sebagai barang bukti laporan dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh muslim ke dinas pendidikan setempat.
Akibat laporan tersebut sang Kepala Sekolah akhirnya dimutasi.
Karena tidak menerima, Muslim lalu melaporkan Nuril ke polisi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE karena menyebarkan rekaman percakapan tersebut.
Laporan itu membuat Nuril sempat ditahan oleh Kepolisian.
Di Pengadilan Negerin Mataram Nuril sebenarnya di Vonis bebas, namun Jaksa saat itu tidak puas dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Hakim MA justru memutus Nuril bersalah pada 26 September 2018. Ia dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.