Pengamat: Pemberian Amnesti Harus Diperketat, Jangan Timbulkan Celah Hukum
Upaya pembaharuan aturan amnesti tersebut perlu dilakukan agar pemberian amnesti tidak menjadi celah hukum bagi narapidana
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, meminta pemerintah supaya memperbaharui aturan mengenai pemberian amnesti.
Upaya pembaharuan aturan amnesti tersebut perlu dilakukan agar pemberian amnesti tidak menjadi celah hukum bagi narapidana untuk dapat lolos dari jerat hukuman.
"Harus ada perubahan bagi undang-undang amnesti untuk lebih ketat memberikan persyaratan dan kriteria kasus-kasus yang dapat dimintakan amnesti," kata Abdul Fickar Hadjar, saat dihubungi, Jumat (2/8/2019).
Dia menjelaskan, pemberian amnesti oleh presiden merupakan solusi terbaik bagi stagnasi keadilan yang dihasilkan sistem peradilan penegakan hukum pidana yang lebih berorientasi sifat positif dari para penegak hukum maupun hakim.
Baca: Misteri Lebam-lebam di Tubuh Aurellia Qurratu, Paskibraka Tangsel yang Meninggal Mendadak
Baca: Ramalan Zodiak Cinta, Sabtu 3 Agustus 2019: Leo Belajar Mengendalikan Diri, Aquarius Makin Harmonis
Berkaca dari pemberian amnesti kepada Baiq Nuril, menurut dia, amnesti sebagai bagian kewenangan yudisial dari presiden sebagai kepala negara telah diberlakukan pertama kali pada kasus pidana umum.
Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi tidak membatasi pemberian amnesti kepada kasus tindak pidana umum.
Sementara itu, kewenangan yudisial presiden yang lain seperti Grasi dan Rehabilitasi dimintakan pertimbangan kepada kekuasan kehakiman yaitu Mahkamah Agung.
"Sejarah mencatat amnesti kerap digunakan tindak-pidana yang beraspek politis, karena itu pertimbangan dimintakan dari DPR, demikian juga abolisi," kata dia.
Namun, kata dia, menjadi persoalan amnesti meniadakan hukuman akibat perbuatan seseorang, jika tak diperlakukan benar dan hati-hati, maka dapat mengesankan ada penambahan di tingkat peradilan Indonesia.
Amnesti dapat menjadi tingkat peradilan kelima setelah PK, Kasasi, Bending Pengadilan Tinggi dan Putusan Pengadilan Negeri.
Sebab, dia menambahkan, tidak mustahil akan banyak narapidana mengajukan amnesti yang merasa sampai dengan tingkat Peninjauan Kembali (PK) merasa diperlakukan tidak adil seperti Baiq Nuril.
"Jika ini yang terjadi sulit dibayangkan dunia peradilan Indonesia sebagai kekuasaan yudikatif dengan mudah diintervensi eksekutif," tambahnya.