Pengamat: Ubah Dulu Undang-Undang MD3 Jika Ingin Tambah Pimpinan MPR Jadi 10 Orang
Usulan penambahan pimpinan MPR RI menjadi sepuluh orang diprediksi tidak akan mendapat penolakan dari fraksi-fraksi yang ada.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usulan penambahan pimpinan MPR RI menjadi sepuluh orang diprediksi tidak akan mendapat penolakan dari fraksi-fraksi yang ada.
Pengamat politik Sebastian Salang mengatakan usulan tersebut kemungkinan akan berjalan mulus karena semua partai diuntungkan.
"Wacana itu tidak akan mendapat penolakan karena semua partai diuntungkan," ujar pendiri lembaga Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) ini kepada Tribunnews.com, Selasa (20/8/2019).
Menurut dia, penolakan justru akan datang dari publik.
Sebab bagi publik, penambahan pimpinan itu tidak relevan, dan hanya merupakan pemborosan anggaran.
Baca: Tanggapi Isu Papua, 11 Organisasi Kepemudaan Sampaikan Sikap
Baca: Pertimbangan Robert Rene Alberts yang Mendatangkan 3 Pemain Asing Baru ke Persib
Baca: Sejumlah LSM Minta Segala Bentuk Tindakan Represif Terhadap Warga Papua Dihentikan
Baca: Pasutri Bunuh Diri Bersama karena Frustasi Tak Dapat Momongan selama 9 Tahun Menikah
Selain juga tidak ada argumentasi rasional dan mendasar di balik usulan penambahan itu.
Meski demikian dia memprediksi bakal terwujud, sebab usulan tersebut merupakam kompromi pragmatis partai-partai politik.
Tetapi, dia mengingatkan, jika menambah kursi pimpinan MPR, maka DPR harus mengubah terlebih dahulu Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Karena UU MD3 telah mengatur mengenai jumlah pimpinan MPR RI.
Apalagi UU MD3 itu sudah mengalami dua kali revisi dan belum pernah dipakai setelah disahkan.
"Jika menambah kursi pimpinan, DPR harus merubah dahulu UU MD3. Efeknya politisnya sangat besar. Hal ini penting dipertimbangkan secara matang," katanya.
Koalisi Jokowi
Koalisi pendukung presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) membuka peluang mendukung wacana pimpinan MPR menjadi 10 orang.
Sekjen PPP, Arsul Sani mengungkapkan, pada pertemuan para sekjen pendukung Jokowi-Ma'ruf, terbuka kemungkinan mendukung wacana tersebut.
Namun, ia mengatakan, akan terlebih dahulu membicarakan dengan internal koalisi.
"Dari pertemuan para Sekjen dua malam yang lalu membuka, jadi Koalisi Indonesia Kerja sepanjang hasil pertemuan kemarin itu mengatakan kita bicara dengan teman-teman yang ada di koalisi kira-kira aspriasinya seperti apa," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Baca: Gerindra: Tak Masalah Jika Pimpinan MPR Menjadi 10 Orang
Baca: PAN Usul Pimpinan MPR 10, OSO: 100 Juga Boleh
Selain dengan internal koalisi, Arsul mengatakan akan menyerap aspirasi dengan partai pendukung Prabowo-Sandi di Pilpres 2019 lalu.
Sebab, yang pertama kali mewacanakan usulan tersebut merupakan politikus PAN, Saleh Daulay.
"Kenapa kami bersikap seperti itu, karena yang melemparkan pertama kan dari Pak Saleh Daulay, PAN. Kami respons coba dalam olah seperti apa, nah sejauh ini memang apa kami sebagian dari kami misalnya tentunya berbicara dengan teman-teman PAN, jnginnya seperti apa memang dengan Gerindra juga," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN Saleh Partaoanan Daulay mengusulkan agar kursi Pimpinan MPR RI berjumlah 10, terdiri dari sembilan yang berasal dari fraksi dan satu orang mewakili kelompok DPD RI.
“Awal periode ini kan pimpinan MPR 5 orang. Setelah beberapa saat, dirubah menjadi 8 orang. Tentu sangat baik jika pimpinan yang akan datang disempurnakan menjadi 10 orang dengan rincian 9 mewakili fraksi-fraksi dan 1 mewakili kelompok DPD. Soal siapa ketuanya, bisa dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat.” kata Saleh di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (12/8/2019).
Menurut Saleh , MPR harus dijadikan sebagai lembaga politik kebangsaan di mana semua fraksi dan kelompok menyatu. Sehingga di MPR tidak ada kelompok koalisi dan oposisi.
"Karena yang ditekankan di MPR adalah NKRI,"katanya.
Ia menambahkan MPR sangat berbeda dengan DPR dan DPD. MPR tidak ditekankan seperti DPR yang memiliki fungsi fungsi politik seperti pengawasan, penganggaran, dan legislasi.
'MPR tentu melampaui itu. MPR rumah bagi semua, termasuk tempat pengaduan masyarakat luas berkenaan dengan politik kebangsaan”, katanya.
Musyawarah mufakat menurut Saleh merupakan perwujudan demokrasi Pancasila. Hal itulah menurutnya yang perlu diaktulisasikan lagi saat ini, dengan rekonsiliasi kebangsaan seperti yang diinginkan semua pihak. Rekonsiliasi tersebut dapat ditandai dengan tidak adanya sekat-sekat di MPR RI.
"Kalau respon ini bisa diterima, berarti tidak perlu lagi ramai-ramai memperebutkan kursi pimpinan MPR. Paling menentukan ketuanya saja yang perlu dimusyawarahkan dan semua terakomodir," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.