Badan Intelijen Negara atau BIN Bicara Aktor Penggerak Kerusuhan di Papua Barat
Juru bicara BIN Wawan Purwanto mengatakan, BIN melihat memang ada aktor penggerak atas kerusuhan di Bumi Cendrawasih.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Intelijen Negara (BIN) telah mengantongi aktor penggerak kerusuhan di Papua Barat terkait dugaan rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di asrama Surabaya, Jawa Timur.
Juru bicara BIN Wawan Purwanto mengatakan, BIN melihat memang ada aktor penggerak atas kerusuhan di Bumi Cendrawasih.
Tetapi untuk saat ini belum dapat diungkap siapa aktor dan jumlahnya.
"Belum bisa dibuka tapi secara prinsip sudah mengantongi namanya. Nanti ada waktunya (diungkap)," ucap Wawan Purwanto saat dihubungi, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Baca: Politikus PAN Teguh Juwarno Mangkir dari Panggilan KPK Terkait Korupsi E-KTP
Baca: Naturalisasi Fabiano Beltrame Semakin Dipertanyakan karena 3 Pemain Asing Baru Persib Sudah Datang
Menurutnya, aktor yang diduga penggerak tersebut saat ini sudah ditangan kepolisian karena dalam struktur BIN ada pihak kepolisian, TNI, dan kementerian terkait.
"Di dalam BIN ada kepolisian juga. Yang jelas nanti ada saatnya dibuka," ucapnya.
Kerusuhan di tanah Papua
Sebelumnya terjadi kerusuhan Manokwari dan Sorong, Papua Barat dan hari ini meluas ke Fakfak.
Mabes Polri mengatakan pihaknya tengah mengidentifikasi segelintir orang yang masih mencoba memprovokasi masyarakat agar kerusuhan kembali terjadi di Fakfak, Papua Barat.
"Hanya segelintir orang yang mencoba memprovokasi masyarakat, tapi sedang diidentifikasi kelompok masyarakat tersebut dan beberapa simbol juga sudah diamankan polisi," ujar Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (21/8/2019).
Menurutnya, segelintir orang itu berusaha mengagitasi situasi di lapangan. Namun, masyarakat setempat bersama aparat keamanan justru berhasil melokalisir insiden tersebut.
Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu mengatakan masyarakat juga tidak setuju dengan tindakan segelintir orang yang berusaha memantik situasi semakin panas tersebut.
Lebih lanjut, Dedi menegaskan pihaknya menerjunkan satu satuan setingkat kompi (SSK) dari Brimobda Sultra yang diberangkatkan dari Sorong untuk menjamin keamanan di Fakfak.
"Tentunya khusus untuk (wilayah) Fakfak apabila ditemukan perbuatan melawan hukum maka akan dilakukan penegakan hukum," imbuh jenderal bintang satu itu.
Diduga tokoh ini
Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menangani permasalahan kerusuhan di Manokwari dan Sorong, Papua Barat.
Effendi Simbolon meminta penyelesaian rusuh tersebut tidak ditangani oleh banyak pihak.
Baca: Massa Disebut Provokasi Narapidana dari Luar, 90 Persen Lapas di Sorong Hangus Dilalap Api
"Presiden bisa menunjuk siapa ya, satu pintu betul-betul apapun coming out going dari informasi hanya dari satu pintu. Ini kan berbeda-beda ini si A si B penanganannya berbeda-beda," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2019).
Ia melihat, peristiwa yang terjadi di tanah Cendrawasih merupakan penggalangan opini, guna membawa isu referendum Papua Barat merdeka ke dunia internasional.
Baca: Alami Kerusakan, Bandara Domine Eduard Osok Sorong Masih Bisa Difungsikan
Effendi Simbolon juga menduga peristiwa tersebut berkaitan dengan pergerakan politik yang dilakukan kelompok masyarakat Pembebasan Papua Barat, pimpinan Benny Wenda.
"Saya menduga seperti itu, karena ini di bulan yang sama,ada benang merahnya itu, jadi dia proxy sekali, betul-betul didesain, model isu internasional seperti ini pengalangan opininya dan ini puncaknya di bulan Desember ketika mereka maju di General Assembly (Majelis Umum) di PBB," pungkasnya.
Kronologi kericuhan di Fakfak
Kericuhan yang terjadi di Fakfak, Papua Barat, berawal dari aksi unjuk rasa memprotes tindakan diskriminatif terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Namun, ketika pengunjuk rasa ingin merusak sejumlah obyek vital, aparat keamanan berupaya mencegah hal tersebut.
Kapolres Fakfak AKBP Deddy Foures Millewa menuturkan setelah aksinya untuk merusak sejumlah objek vital sempat dicegah pengunjuk rasa bergeser merusak bahkan membakar Pasar Thumburuni.
"Setelah dia orasi di situ, mereka mau merusak obyek vital di bandara, kantor DPRD, dan di kantor bupati, tetapi kami halangi. Akhirnya mereka merusak pasar," ujar Deddy ketika dihubungi wartawan, Rabu.
Baca: Wiranto Terbang ke Papua: Bawa Pesan Empati, Perdamaian dan Persatuan Bangsa
Baca: Barbie Kumalasari Sebut Tuty Suratinah Tak Tahu Dirinya Sering Bawa Makanan untuk Kriss Hatta
Kemudian, masyarakat yang mencari nafkah di pasar merasa tidak terima dengan perusakan tersebut.
Masyarakat sekitar pun sempat meminta ganti rugi kepada kelompok perusak.
Namun, Deddy meminta orang di lokasi tersebut untuk mengedepankan antisipasi agar kericuhan tidak meluas.
Setelah itu, massa pengunjuk rasa pun bergerak menuju kantor Dewan Adat agar dapat membicarakan masalah tersebut dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) setempat.
Pada saat itulah, ada oknum yang mengibarkan bendera Bintang Kejora yang kerap kali dikaitkan dengan referendum Papua.
"Pas di Forkopimda, mereka menaikkan bendera Bintang Kejora, bendera KNPB (Komite Nasional Papua Barat), Organisasi Papua Merdeka, ada beberapa benderalah," kata Deddy.
Massa pun memaksa bupati untuk memegang bendera tersebut, tetapi tidak dilakukan.
Masyarakat lain yang melihat pemaksaan tersebut merasa kecewa.
"Bupati dipaksa (memegang bendera), ada masyarakat yang lihat, 'Bupati kita kok digitukan'," tutur dia.
Kemudian, ada sekelompok orang yang menamakan diri Barisan Merah Putih dan meminta bendera Bintang Kejora diturunkan.
Namun, massa tidak mau menurunkan bendera Bintang Kejora dan malah melempari kantor Dewan Adat dengan batu.
Baca: Mendarat di Pekan Baru, Menpar Arief Yahya Gas Destinasi Riau
Baca: Pelatih Timnas Negara Tetangga Indonesia Pensiun karena Kanker Stadium 2
Baca: Anak Lelaki Nunung Ungkap Kondisi Sang Bunda yang Seminggu Lalu Dipindah ke RSKO
Aksi itu pun memprovokasi warga sekitar yang merasa Dewan Adat tidak mewadahi adat di Papua.
"Mereka minta bendera diturunkan, tetapi tidak diturunkan, malah yang dari kelompok Organisasi Papua Merdeka melempar, ya sudah mereka (warga) terpancing," ujar Deddy.
Sejak siang tadi, Deddy menyebutkan bahwa situasi di daerah tersebut sudah kondusif.
Untuk saat ini, aparat kepolisian belum mau membicarakan soal upaya penegakan hukum.
Deddy menegaskan, pihaknya masih berupaya agar tidak terjadi konflik di masyarakat.
Wiranto terbang ke papua
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto akan terbang langsung ke Papau untuk melihat kondisi pascakerusuhan di Manokwari dan Sorong.
"Saya berangkat malam ini juga, Berangkat," tegas Wiranto di kantor KemenkoPolhukam, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2019).
Wiranto pun menyampaikan, kehadirannya di Papua bukan untuk memperkeruh kondisi disana.
Justru, ia akan membawa pesan perdamaian dan empati untuk merajut kembali persatuan di bumi Cendrawasih itu.
Baca: Kemendagri: Satu Daerah Persiapan Otonom Baru Habiskan Anggaran Minimal Rp 300 M Per Tahun
Baca: Ekonom Unisba: Riset Bappenas Bukti Program Pertanian Berkontribusi Paling Besar Membangun Negara
Baca: Kejuaraan Dunia 2019 : Kevin/Marcus Terhenti di Babak Pertama, Impian Raih Medali Emas Sirna
"Saya ke Papua juga mengobarkan rasa empati, rasa kedamaian, ngajak lagi ayo kita bersatu kembali sebagai bangsa," ucap Wiranto.
"Yang rugi siapa sih kalau kita bertengkar, yang rugi kita kok," tambahnya.
Wiranto pun memastikan, masalah kesalahpahaman di Papua sudah selesai.
Sehingga, ia meminta semua pihak untuk menahan diri dan saling memaaf-maafkan sebagai anak bangsa.
"Masalahnya sudah selesai ada kesalahpahaman sudah ada minta maaf, tinggal diterima maafnya sampaikan ke masyarakat kita kembali bersatu sebagai bangsa. Kok masing-masing emosi seperti kalian juga jangan mengibarkan emosi itu tapi mengobarkan kedamaian," jelas Wiranto.