BPJS Kesehatan Belum Bisa Menjawab Apakah Kenaikan Iuran Bisa Menutup Defisit
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melihat solusi kenaikan iuran tidak akan langsung dapat menyelesaikan permasalahan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melihat solusi kenaikan iuran tidak akan langsung dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami BPJS Kesehatan.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma'ruf menjelaskan bahwa iuran kembali harus dihitung besarannya dan kapan akan diberlakukan.
"Karena dia harus dihitung besarannya berapa dan diberlakukan kapannya. Kalau masih prediksi ngga bisa menjawabnya soal itu," tutur Iqbal ditemui di Gedung Nusantara 1, Komplek DPR RI, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Mengenai besaran kenaikan yang diusulkan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk seluruh kelas mulai Rp 16.500 hingga Rp 40.000, Iqbal menilai usulan tersebut telah disesuaikan dengan program pembiayaan.
Lalu apakah dengan kenaikan tersebut akan menutupi defisit yang terjadi kemarin. Iqbal menyebut DJSN tentu berhati-hati menentukan saran besaran iuran.
"Pasti itu diperhitungkan supaya itu mencukupi pengelolaan program dan orang pasti bosan juga dari tahun ke tahun permasalahan soal kekurangan pembiayaan. Program ini kenapa uang kurang karena untuk membiayai orang membutuhkan," sambung Iqbal.
Ditekankan kembali oleh Iqbal bahwa BPJS Kesehatan di sini bertugas dalam menjalankan keputusan pemerintah termasuk dalam iuran.
Hal tersebut berarti BPJS Kesehatan tidak memiliki kapasitas menentukan berapa besaran kenaikan atau bahkan kapan waktu yang tepat dalam menentukan tarif yang baru.
"Jadi BPJS punya kewajiban untuk membayar yang punya jatuh tempo dan harus segera dibayarkan. Dengan kondisi kolekting setiap bulan tidak mencukupi membayar totally itu angka," jelas Iqbal.