Simbol Raket Tenis dan Pigura Surat untuk Eks Deputi Pencegahan dan Penindakan KPK
Simbol surat, Wana menjelaskan, koalisi merasa gerah karena KPK belum juga memberikan kepastian apakah Firli dan Pahala dikenai sanksi etik.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekelompok elemen antirasuah yang menamai dirinya Koalisi Masyarakat Antikorupsi mengantar raket tenis dan pigura surat berukuran besar ke markas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka meminta hasil laporan pengaduan pada Oktober 2018 lalu terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan mantan Deputi Penindakan KPK Firli dan mantan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.
"Sudah lama laporan tersebut disampaikan oleh KPK karena kami sebagai pelapor memiliki hak untuk mendapatkan informasi tersebut," ucap perwakilan koalisi Wana Alamsyah, yang juga peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) di lobi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Baca: Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur Disebut Minim Bencana, Ini Potensi Bencananya
Simbol surat, Wana menjelaskan, koalisi merasa gerah karena KPK belum juga memberikan kepastian apakah Firli dan Pahala dikenai sanksi etik.
Padahal, sesuai mekanisme Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, katanya, total waktu yang diberikan kepada pelapor dalam meminta informasi kembali adalah 91 hari.
"Namun ini sudah lewat dari jangka waktu yang telah ditentukan tapi sampai saat ini KPK pun belum juga memberikan informasi," kata Wana.
Baca: Pelaku Penusukan Pegawai Restoran di Mal Pluit Ditetapkan Sebagai Tersangka
Sementara simbol raket diperuntukan bagi Irjen Pol Firli. Kapolda Sumatera Selatan itu diketahui pernah bertemu dengan eks Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi.
Firli yang saat itu menjabat deputi penindakan bertemu TGB di lapangan tenis pada 13 Mei 2018. Padahal, KPK tengah menyelidiki perkara korupsi divestasi Newmont yang diduga melibatkan TGB selaku orang nomor satu di NTB.
"Raket ini sebagai simbol bahwa salah satu orang yang akan dilaporkan yaitu Pak Firli ini diduga bertemu dengan TGB di NTB yang mana pertemuan mereka itu bermain tenis," katanya.
"Di dalam aturan KPK, Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2013 itu sudah sangat jelas bahwa setiap unsur KPK baik itu pimpinan ataupun unsur-unsur lainya itu tidak boleh bertemu dengan para pihak yang sedang berperkara," Wana menjelaskan dugaan pelanggaran kode etik Firli.
Baca: Inilah Peta Lokasi Ibu Kota Baru di Kaltim, Minim Risiko Bencana, Presiden Sebut Ada di 2 Kabupaten
Firli sendiri sekarang mengikuti seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023. Lajunya mulus, dia lolos tes profile assessment. Namanya masuk ke dalam 20 besar kandidat calon pimpinan KPK.
Sedangkan Pahala Nainggolan diduga membantu korporasi yang menandatangani surat tanggapan KPK atas permohonan bantuan klarifikasi ke HSBC oleh PT Geo Dipa Energi.
Dalam surat tersebut, KPK mengatakan tidak bisa melakukan penelusuran transaksi keuangan PT Bumigas Energi dan Honest Group Holdings Limited di HSBC Hongkong, lantaran sudah di luar periode penyimpanan data HSBC Hongkong. Dalam hal ini Pahala kemudian menjawab surat tersebut, dengan memberikan informasi yang sifatnya rahasia.
Berdasarkan Keputusan Pimpinan KPK tentang kode etik dalam bab 3 nilai-nilai dasar pribadi pada pasal 4 ayat 1, bahwa pimpinan KPK harus terbuka serta transparan dalam pergaulan internal dan eksternal.
Lalu di bab 4 kode etik pada pasal 5 ayat 3, bahwa kode etik diterapkan tanpa toleransi sedikitpun atas penyimpangannya (zero tolerance) dan mengandung sanksi tegas bagi mereka yang melanggar.