Ini Alasan Setya Novanto Ajukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali
Penasihat Hukum Setya Novanto Maqdir Ismail, mengungkapkan alasan mengapa kliennya mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menanggapi hal tersebut. Katanya, KPK tidak memberikan perlakuan khusus untuk Setnov sehingga berimbasnya pemuluran pembayaran uang ganti rugi.
"Nggak dibiarkan (oleh KPK). Yang penting ada sanksinya kan apabila ia tidak membayar (uang pengganti itu). Jadi, itu semua masih berproses dan kita tunggu dulu," ujar Saut kepada pewarta, Rabu (14/8/2019).
Baca: Saat Olah TKP Lokasi Ditemukannya Briptu Heidar, Polisi Diberondong Tembakan
Pernyataan tidak jauh berbeda juga disampaikan oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Menurut dia, tim penyidik akan terus berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan pengembalian kerugian keuangan negara. Dalam kasus mega korupsi e-KTP, negara telah dirugikan sebesar Rp2,3 triliun.
"Yang pasti kami akan terus mengupayakan penelusuran aset agar kerugian keuangan negara bisa dipulihkan," kata Febri.
Sejauh ini, Setnov baru membayar uang pengganti senilai Rp14,772 miliar dengan mencicil sebanyak lima kali. Cicilan pertama senilai Rp5 miliar, lalu dicicilan kedua Setnov membayar USD100 ribu atau setara Rp1,4 miliar.
Baca: Profil Jenderal Andika Perkasa, Sosok yang Mempertahankan Enzo di Akmil, Menantu Mantan Kepala BIN
Dicicilan ketiga, Setnov membayar Rp1,11 miliar. Sementara, dicicilan keempat, ia membayar uang pengganti senilai Rp862 juta. Cicilan kelima, Setnov menyerahkan sertifikat tanah di area Jatiwaringin, Bekasi Barat.
Tanah tersebut dihargai fantastis oleh kantor BPN Bekasi yakni Rp6,4 miliar. Hal itu lantaran tanah tersebut dilalui oleh kereta cepat Jakarta-Bandung.
"Istri yang bersangkutan menyerahkan surat kuasa dan sertifikat kepada KPK sebagai bagian dari proses mencicil uang pengganti di kasus KTP Elektronik," kata Febri pada November 2018 lalu.
Setnov diketahui memiliki aset lainnya berupa tanah dan rumah di area Cipete, Jakarta Selatan. Nilainya diperkirakan sebesar Rp6,6 miliar. Namun, aset ini belum diserahkan ke KPK.