Seputar Hukuman Kebiri di Mojokerto: Keluarga Maupun IDI Menolak Hingga Respon Kejaksaan Agung
Menyikapi vonis hakim tersebut, pihak keluarga terpidana berharap agar anggota keluarganya, Muh Aris (20) dirawat di rumah sakit jiwa (RSJ)
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Bertentang dengan sumpah dokter
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Budi Wiweko mengaku tidak terlalu paham terkait kebiri kimia.
Dikutip dari Kompas.com, Budi mengatakan kebiri kimia bukanlah pekerjaan yang boleh dilakukan seorang dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
"Ini karena kita punya sumpah dokter yang bunyinya menghormati makhluk hidup insani sejak pembuahan," imbuh dokter Budi.
Dia menegaskan, baik ilmu kesehatan dan ilmu kedokteran, melarang keras untuk menyakiti apalagi mengebiri manusia karena bertentangan dengan sumpah dokter.
Hal senada juga dijelaskan Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Mohammad Faqih.
Daeng mengatakan, menjadikan kebiri sebagai hukuman berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku.
"Jika dilakukan dalam perspektif rehabilitasi justru si predator seksual akan bisa sembuh karena output dari rehabilitasi memang untuk kesembuhan. Kalau perspektifnya hukuman kan tidak ada output kesembuhan," ujar Daeng, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VIII DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2016).
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, hukuman kebiri merupakan bagian dari hukuman fisik yang dilarang dalam konvensi antipenyiksaan yang telah diratifikasi.
"Dalam konteks hak asasi manusia, itu enggak boleh, itu hukuman fisik apalagi sampai permanen kayak gitu menyalahi konvensi antipenyiksaan yang sudah kita ratifikasi sebagai UU," kata Choirul kepada Kompas.com, Senin (26/8/2019).
Ia juga menjelaskan sistem pemidanaan di Indonesia selama 10 tahun terakhir sudah mengarah pada penghapusan hukuman-hukuman fisik.
Putusan sesuai undang-undang
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Mukri mempersilahkan pihak medis yang menolak hukuman ekskusi kebiri kimia.
Dikutip dari Kompas.com, pihaknya hanya menjalankan hukuman yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.