Regulasi Jadi Pengganjal Perekrutan Rektor dan Dosen Asing
Nasir mengatakan bahwa dirinya belum mau mencanangkan target peringkat dunia bagi Universitas Siber Asia sebagai universitas yang baru
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengaku masalah regulasi masih menjadi hambatan dalam penerapan perekrutan rektor atau dosen asing di perguruan tinggi negeri.
Sementara dirinya sudah memperkenalkan dosen asing pertama bernama Profesor Jang Youn Cho yang akan memimpin perguruan tinggi swasta baru bernama Universitas Siber Asia sebagai kerja sama antara Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (YMIK) dan Hankuk University of Foreign Studies.
“Untuk diterapkan di perguruan tinggi negeri memang masih belum bisa karena regulasi. Ini sedang kami siapkan dan mudah-mudahan selesai di akhir 2019,” ungkapnya ditemui di Kantor Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019).
Baca: Maksimalkan Keterampilan Kerja Sejak Kuliah, UPH Luncuran Fasilitas ProActive Zone Co-op Education
Menurut Nasir jika perekrutan dosen asing bisa diterapkan di universitas negeri maka dirinya menantang dosen atau rektor asing dan perguruan tinggi yang bersangkutan untuk dapat mencapai peringkat 100 dunia.
Terutama bagi perguruan tinggi Indonesia yang sudah masuk peringkat 500 dunia.
“Kalau nanti bisa dilakukan oleh perguruan tinggi negeri terutama yang masuk 500 besar kami akan pasang target bisa tidak lima tahun mendatang masuk 200 atau 100 besar dunia,” tegasnya.
Nasir mengatakan bahwa dirinya belum mau mencanangkan target peringkat dunia bagi Universitas Siber Asia sebagai universitas yang baru yang akan dipimpin oleh rektor asing pertama di Indonesia.
Bagi dia yang lebih penting adalah memperkenalkan universitas tersebut terlebih dahulu.
Baca: Gaya Asuh Orangtua Milenial, Pasangan Selebritis Niar Prianita dan Adama Abraham
“Universitas baru langsung masuk 100 besar dunia kan tidak mungkin, saya tak ada target, yang penting mengenalkan terlebih dahulu. Karena namanya Universitas Siber Asia mahasiswanya bisa dari Asia, Afrika, Amerika Serikat, dan mahasiswa asal Indonesia otomatis akan lebih banyak,” ucapnya.
Nasir menjelaskan bahwa kegiatan pendidikan di Universitas Siber Asia akan dijalankan berbasis pada jaringan teknologi.
Dengan kata lain interaksi antara dosen dan mahasiswanya akan dilakukan secara jarak jauh memanfaatkan kecanggihan teknologi.
“Kalau di Indonesia seperti Universitas Terbuka atau UT-lah. Jadi syarat fisik perguruan tinggi harus punya sekian ruang kelas tidak akan ada, nanti akan lebih sederhana, kita akan memanfaatkan infrastruktur jaringan.”
“Nanti akan diawasi oleh sebuah lembaga bernama ICEI (Indonesia Cyber Education Institute yang berkantor di Kemenristekdikti. Itu untuk awalnya, nanti kalau sudah mapan baru kita koneksikan dengan pangkalan data yakni sarana pengawasan offline,” tegasnya.
Nasir optimis Jang Yan Chou akan mampu menghasilkan lulusan berkualitas bagus di bidang siber melalui Universitas Siber Asia.
Baca: Polisi Benarkan Adanya Pelaporan Terhadap Capim KPK
Jang Youn Cho sendiri pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Hankuk University of Foreign Studies untuk mengisi bidang Cyber University of Foreign Studies.
Nasir memastikan bahwa kampus tersebut akan beroperasi tahun ini.
“Dia punya pengalaman memimpin Hankuk University of Foreign Studies selama 12 tahun dan sebagai guru besar di Nebraska University selama lima belas tahun. Melihat pengalamannya kami optimis beliau bisa mengangkat bidang siber Indonesia di mana universitas yang akan dia pimpin merupakan perguruan tinggi pertama Indonesia di bidang siber,” pungkasnya.