Hoaks soal Papua Dikendalikan dari Luar Negeri, Ini Kata Kepala BSSN
Hinsa Siburian menegaskan, pihaknya sudah mulai menelusuri akun-akun penyebar hoax ini.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian angkat bicara terkait temuan Polri yang mengidentifikasi penyebaran hoax terkait Papua tidak hanya berasal dari akun dalam negeri, melainkan ada dari luar negeri.
Hinsa Siburian menegaskan, pihaknya sudah mulai menelusuri akun-akun penyebar hoax ini.
Ia juga tidak menampikan di era digital seperti sekarang penyebaran hoax bisa berasal dari mana pun. Termasuk dari luar negeri.
"Jadi di dunia siber arah bisa dari mana saja. Pelakunya bisa perorangan atau kelompok. Jadi kita tidak boleh langsung menuduh karena bisa dari mana-mana," ujar Hinsa saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Baca: Fahri Hamzah Minta Presiden Jokowi Tidak Anggap Enteng Persoalan di Papua
Meski begitu, Hinsa enggan membeberkan dari negara mana saja konten hoax itu disebarkan.
"Ya itu kan tidak bisa kita menyebutkan itu, karena itu bisa dari mana saja," jelasnya.
Lebih lanjut, Hinsa hanya meminta masyarakat Papua lebih berhati-hati dalam menerima informasi.
Baiknya, melakukan verifikasi ulang, supaya terhindar dari berita bohong. Yang berujung pada aksi anarkisme.
"Kita hanya mengimbau masyarakat yang ada di Papua jangan sampai terpengaruh dengan berita bohong, berita hoax itu saja," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan ada 1.750 akun media sosial yang diduga menyebar hoax terkait isu di Papua.
Akun tersebut terindikasi ada yang di luar negeri dan di dalam negeri.
"Ada di luar negeri, ada juga di dalam negeri. Itu masih (didalami), nanti buka profil dulu," kata Dedi, Kamis (29/8/2019).
Total konten yang disebarkan oleh 1.750 akun tersebut mencapai 32 ribu.
Isinya bernada provokatif dan penghinaan, serta ujaran kebencian yang bisa menimbulkan perselisihan di Papua.
Penjelasan Wiranto
Diberitakan sebelumnya, aksi unjuk rasa kembali pecah di Jayapura, Papua pada Kamis (29/8/2019).
Aksi unjuk rasa diikuti ratusan massa gabungan dari Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura.
Ratusan massa berkumpul di kawasan Expo Waena dan Perumnas III, Distrik Heram, Kota Jayapura.
Mereka berencana menuju Kantor DPRD dan Gubernur Papua.
Namun dalam aksi tersebut massa melakukan tindak anarkistis dengan melakukan perusakan dan pembakaran terhadap beberapa gedung.
Laporan dari kontributor Tribunnews di Papua, Banjir Ambarita, kerusuhan di Jayapura membuat aktivitas warga lumpuh karena situasi saat ini tengah mencekam.
Warga memilih tidak beraktivitas, sebagian besar pertokoan dan perkantoran tutup.
Kabar kerusuhan di Jayapura tersebut sampai kepada Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Kemananan, Wiranto.
Wiranto menanggapi soal keruhan yang terjadi di Papua belakangan ini, Wiranto juga menyinggung soal pembatasan layanan internet di wilayah Papua belakangan ini.
Baca: Papua Kembali Rusuh, Legislator PKS: Pemerintah Gagal Tangani Indonesia Timur
Baca: Papua Rusuh, Mendagri: Pemerintahan dan Layanan Publik Tetap Berjalan
Berikut Tribunnews.com rangkum pernyataan Wiranto soal kerusuhan di Papua dari pemberitaan Tribunnews.com sebelumnya.
Aksi massa disusupi
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyayangkan kerusuhan yang terjadi di Deiyai, Papua Rabu (28/8/2019).
Wiranto menilai penyerangan kepada aparat keamanan oleh massa pendemo tidak dilakukan oleh pihak yang murni berniat melaksanakan aksi unjuk rasa.
Dalam aksi tersebut menyebabkan seorang anggota TNI tewas dan dua lainnya mengalami luka, empat anggota polisi terluka, dan satu warga meninggal terkena lemparan panah.
Wiranto telah mengimbau kepada petugas keamanan untuk tidak melakukan tindakan kekerasan dan mengedepanan unsur persuasif secara terukur.
“Kami sudah ke Papua dan sudah melakukan berbagai dialog dengan semua tokoh di sana, dan sebenarnya tuntutan-tuntutan dalam aksi unjuk rasa sudah terjawab. Sehingga jika ada demo lanjutan kami justru khawatir akan ditunggangi pihak-pihak yang juga akan merugikan masyarakat.” ungkap Wiranto ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019).
Baca: Wiranto Yakin Ada Pihak yang Tunggangi Aksi Demo di Papua Hingga Berujung Kerusuhan
Instruksikan tidak pakai kekerasan
Wiranto telah mengimbau kepada petugas keamanan untuk tidak melakukan tindakan kekerasan dan mengedepankan unsur persuasif secara terukur.
Wiranto mengatakan akan menindak tegas aparat keamanan yang yang melakukan tugas dengan menggunakan kekerasan di luar batas.
“Dalam mengamankan aksi demo aparat sudah diinstruksikan untuk tidak represif, melakukan tindakan persuasif terukur. Tapi jangan kemudian digunakan untuk mencelakakan aparat, diparang dan dipanah, tidak manusiawi, saya yakin yang lakukan itu bukan pendemo,” ungkap Wiranto.
Baca: Wiranto Terima Laporan Kerusuhan di Jayapura Bakar Gedung MRP dan Jebol Rumah Tahanan
Batasi akses Internet
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto mengatakan pemerintah akan terus melakukan pemblokiran jaringan internet di Papua sampai kondisi di bumi Cendrawasih aman.
Wiranto menegaskan hal tersebut dilakukan untuk mencegah propaganda berita bohong yang menyerang pemerintah.
“Saya tidak akan ragu-ragu memblokir internet jika sudah membahayakan kepentingan nasional, sampai kapan? Ya sampai aman,” ungkap Wiranto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019).
“Salah satu alat untuk melakukan propaganda ke masyarakat yang menggunakan berita bohong yang disebarkan melalui internet dengan tujuan membakar masyarakat.” jelas Wiranto
Baca: Pemblokiran Internet di Papua Sampai Kapan? Ini Kata Wiranto
Tuntutan Referendum
Dalam aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan di Deiyai, Papua pada Rabu (28/8/2019) massa sempat menuntut referendum.
Wiranto menilai bahwa konsep referendum adalah dalam konteks meminta rakyat menyatakan pilihannya apakah merdeka atau lepas dari negara penjajahnya.
Mengacu pada Perjanjian New York tahun 1962, menurut Wiranto hal tersebut seharusnya tidak disampaikan dan tidak pada tempatnya karena wilayah Papua merupakan wilayah sah Indonesia sebagai bekas jajahan Belanda sesuai Perjanjian New York tersebut.
“Saya kira tuntutan referendum sudah tidak pada tempatnya dan seharusnya tidak disampaikan. Karena apa, karena NKRI sudah harga mati. Perjanjian New York tahun 1962 lalu mengisyaratkan Papua bagian barat masuk NKRI, sehingga NKRI harga mati termasuk Papua dan Papua Barat,” jelas Wiranto.
Baca: Wiranto Sebut Tuntutan Referendum Kemerdekaan Papua Sudah Tak Relevan
Pesan kepada maysrakat Papua
Menurut Wiranto ada satu kelompok yang memang memanfaatkan situasi yang terjadi di Papua belakangan ini.
Atas kericuhan yang terjadi belakangan di wilayah Papua, Wiranto mengimbau agar masyarakat tidak terprofokasi.
“Di sini saya mau katakan kepada masyarakat Papua jangan mau diadu domba dan diprovokasi. Memang ada pihak yang senang Indonesia damai dan pemerintah melakukan upaya memakmurkan Papua, ada yang ‘nimbrung’ mau mengacau,” kata Wiranto.
“Kemarin saya sudah ke Papua dan bisa berbicara dengan baik bersama tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh pemuda setempat. Asal kita tak emosi dan jujur maka orientasi kita tetap pada persatuan dan kesatuan bangsa,” tegasnya.
(Tribunnews.com/tio)