Ini Rincian Masalah yang Jadi Pemicu Gejolak Politik di Papua Menurut Stafsus Istana
Insiden rasisme mahasiswa Papua jadi momentum bagi warga Papua menyampaikan kemarahannya terhadap layanan pemerintahan di Papua dan Papua Barat
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Khusus Presiden Kelompok Kerja Papua, Lenis Kogoya mengungkap ada persoalan lain yang membuat Papua dan Papua Barat masih bergejolak hingga saat ini.
Awalnya, gejolak di Bumi Cenderawasih karena ada dugaan rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya, beberapa waktu lalu.
Namun, persoalan tersebut dinilai Lenis sudah selesai. Namun Insiden rasisme terhadap mahasiswa Papua jadi momentum bagi warga Papua menyampaikan kemarahannya terhadap layanan pemerintahan di Papua dan Papua Barat.
"Masyarakat kenapa sekarang merontak marah, karena ada hal-hal yang mereka selama ini sakit hati. Karena ada hal-hal belum beres. Belum beresnya di mana? Orang Papua membutuhkan sekarang betul-betul pendekatan dengan hati, apa yang diharapkan pembangunan, khususnya Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus)," papar Lenis di Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Lenis mempertanyakan, bantuan afirmasi kepada kelompok perempuan, agam dan adat yang mendapatkan 6 persen dari alokasi dana otsus disalurkan kemana dan ini harus dipertangungjawabkan oleh Gubernur Papua.
"Sampai hari ini Menteri Dalam Negeri kasih surat kepada gubernur untuk melaporkan dana afirmasi 6 persen, tapi sampai hari ini belum ada lapor. Berarti ini kan harus audit dulu, ada 6 persen itu siapa yang pakai, siapa yang gunakan dana itu," tutur Lenis.
Selain persoalan dana Otsus, kata Lenis, pemerintah Papua juga seakan tidak memperjuangkan nasib para honorer di Papua yang jumlahnya 12 ribu orang.
Hal ini ditandai tidak pernahnya Gubernur Papua Lukas Enembe berkirim surat kepada Presiden Jokowi maupun menteri.
Kemudian, persoalan pengangguran di Papua dan pembinaan kewirausahaan yang tidak berjalan, turut menjadi akar masalah masyarakat tanah Papua menjadi bergejolak.
"Sekarang kami mempertanyakan Gubernur punya kewenangan untuk kepala dinas provinsi, kepala dinas pekerjaan umum, kabupaten, berapa orang asli Papua yang dia siapkan untuk pengusaha sukses? Tidak ada. Jadi ini akar masalah, memang menumpuk di tanah Papua," papar Lenis.
Bentuk Satgas Khusus
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mendesak Presiden Jokowi segera membentuk satuan tugas (Satgas) khusus untuk menangani krisis politik di Papua yang berujung rusuh di sejumlah kota.
“Saya mendesak Pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) khusus yang dipimpin langsung oleh Bapak Wakil Presiden,” ujar Mardani, kepada Tribunnews.com, Jumat (30/8/2019).
Karena menurut Ketua DPP PKS ini, satgas harus segera melakukan pendekatan kemanusiaan dalam upaya diplomasi mencari titik temu penyelesain krisis.
“Menurut saya, krisis di Papua yang terjadi sekarang adalah titik kulminasi (puncak) dari masalah sosial, ekonomi dan krisis kepecayaan diri yang dirasakan warga papua selama ini,” ujarnya.
Selama ini pendekatan pemerintah menangani krisis di Papua masih lebih menggunakan pendekatan keamanan ketimbang menggunakan pendekatan kemanusiaan, cinta dan kasih sayang.
Karena itu menurutnya, perlu upaya pendekatan kemanusiaan, cinta dan kasih sayang. Ia mengatakan Papua adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Penanganan krisis di Papua dan Papua Barat harus melalui pendekatan kemanusiaan, cinta dan kasih sayang karena Papua adalah merah putih,” tegasnya.
Ia berharap juga Satgas Krisis Papua bisa melakukan dialog langsung kepada aktor-aktor yang menyulut krisis ini melalui pendekatan humanistik.
“Pak JK punya pengalaman menyelesaikan masalah konflik di Aceh dan Ambon. Saya yakin berdasarkan pengalaman beliau itu, bisa memimpin Satgas menyelesaikan masalah di Papua sesegera mungkin,” ujar Mardani.