Kapolri Siagakan Pesawat dan Heli Pengangkut Pasukan
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan pemerintah menyiagakan pesawat terbang untuk mengangkut pasukan ke Papua dan Papua Barat.
Editor: Malvyandie Haryadi
Dari sisi aparat, seorang anggota TNI, Serda Rikson Edy Candra, menjadi korban di Dieyai. Ia prajurit Organik Yonkav 5 Karangendah Kabupaten Muara Enim Sumsel. Ia kena panah. Sementara beberapa anggota polisi juga mengalami luka-luka. Serda Rikson Edy Candra bersama 84 anggota TNI asal Sumsel, sudah berada di Papua sejak dua bulan lalu dalam penugasannya.
Menkopolhukam Wiranto menegaskan, update informasi terkait jumlah korban adalah kewenangan pemerintah dan aparat. "Ya terserah kitalah mau umumkan (jumlah korban) atau tidak. Kalau diumumkan perlu diumumkan, kalau tidak, tidak," kata dia.
Adapun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memastikan telah mengiri tim untuk menginvestigasi dan mengumpulkan data mengenai korban jiwa dari masyarakat di Papua dan Papua Barat.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan, investigasi dan pengumpulan data penting untuk mengusut kronologi yang terjadi di bumi cendrawasih itu.
Hal itu disampaikan Beka saat diskuai bertajuk 'Bagaimana Sebaiknya Mengurus Papua (2)' di kawasan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8).
Larang Unjuk Rasa
Terkait rencana adanya unjuk rasa di Papua, Selasa (3/9), Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian meminta Kapolda Papua dan Kapolda Papua Barat untuk menerbitkan maklumat larangan aksi unjuk rasa atau demonstrasi yang dirasa berpotensi rusuh.
"Saya sudah perintahkan kepada Kapolda Papua dan Papua Barat untuk mengeluarkan maklumat untuk melakukan larangan demonstrasi atau unjuk rasa yang potensial anarkis," ujar Tito.
Ia menjelaskan maklumat itu dikeluarkan untuk mencegah kerusuhan kembali terjadi yang berawal dari aksi unjuk rasa, seperti di Manokwari dan Jayapura. Maklumat itu dikeluarkan guna mencegah kerusuhan yang berawal dari aksi unjuk rasa di Manokwari dan Jayapura.
Sebenarnya, kata dia, telah memberi kesempatan kepada masyarakat Papua untuk menyampaikan aspirasi atau pendapatnya sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998.
"Tapi kenyataannya menjadi anarkis, menjadi rusuh, ada korban, kerusakan. Penyampaian pendapat bukan berarti anarkis, itu nggak bisa ditolerir," ujar Kapolri.
Lebih lanjut, mantan Kapolda Papua itu kembali menegaskan pelarangan unjuk rasa di Papua juga berkaca pada aksi pelarangan serupa di depan Bawaslu RI, Jakarta pada 21-22 Mei lalu. "Saya larang untuk melakukan aksi unjuk rasa di Bawaslu, kenapa? Kita toleransi, disalahgunakan. Ini juga sama, ditoleransi disalahgunakan," kata Tito.
Massa di Papua diperkirakan masih menggelar aksi demo lagi dalam skala besar pada 3 September 2019. Namun Kepolisian Daerah Papua seperti dikutip dari Kompas.com, sudah mengantisipasi kemungkinan tersebut. Polisi akan menindak tegas kepada masyarakat yang diperkirakan akan masih menggelar aksi unjuk rasa di Kota Jayapura pada 3 September 2019 mendatang.
Kapolda Papua Irjen Pol Rudolf Albert Rodja, yang menyampaikan apabila tanggal 3 September 2019 mereka menggelar unjuk rasa lagi berujung anarkis maka akan ditindak tegas.