Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pendampingan Hukum Terhadap Mahasiswa Asal Papua Kurang Maksimal

Penyidik hanya memperbolehkan tim pendamping hukum melihat dari balik kaca hitam dan tidak bisa mendengar secara langsung percakapan

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Pendampingan Hukum Terhadap Mahasiswa Asal Papua Kurang Maksimal
KOMPAS.COM/DEAN PAHREVI
Aksi demonstrasi mahasiswa Papua dengan membawa serta bendera Bintang Kejora di depan Mabes TNI AD, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019). Aksi serupa mereka lakukan di depan Istana Negara dengan tuntutan referendum untuk Papua. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Publik dari LBH Jakarta, Tigor Hutapea, mengatakan pihak LBH Jakarta, selaku pendamping hukum, mengalami kesulitan saat mendampingi mahasiswa asal Papua.

Dia mengaku tidak mengetahui sampai sejauh mana proses pemeriksaan perkara terhadap delapan mahasiswa yang diduga terlibat dalam pengibaran bendera bintang kejora.

"Kami tidak mengetahui secara langsung, karena tidak dapat memberikan pendampingan secara maksimal," kata Tigor, saat dihubungi, Selasa (3/9/2019).

Sejauh ini, kata dia, penyidik hanya memperbolehkan tim pendamping hukum melihat dari balik kaca hitam dan tidak bisa mendengar secara langsung percakapan penyidik dan mahasiswa.

"Penasihat hukum tidak bisa berbicara langsung kepada tersangka untuk menjelaskan hak-hak dan tuduhan pasal yang dikenakan," tambahnya.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi mencatat sebanyak delapan orang diamankan terkait pengibaran bendera bintang kejora saat aksi unjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, pada Rabu (28/8/2019).

Berita Rekomendasi

Upaya penangkapan yang dilakukan aparat keamanan itu diungkap oleh Nelson N Simamora, Kepala Advokasi LBH Jakarta.

"Sejauh ini sudah ada delapan orang ditangkap dan ditahan. Mereka yaitu, Carles Kossay, Dano Tabuni, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Naliana Wasiangge, Wenebita Wasiangge, Norince Kogoya, dan Surya Anta," kata dia, saat dihubungi, Minggu (1/9/2019).

Dia menjelaskan, penangkapan pertama terjadi pada 30 Agustus 2019 di sebuah asrama di Depok. Dua orang mahasiswa asal Papua diamankan.

Menurut Nelson, penangkapan ini dilakukan dengan mendobrak pintu dan menodongkan pistol.

Baca: Dua Orang Mahasiswa Papua Dipulangkan, LBH Jakarta: Mereka Sebagai Saksi

Setelah itu, kata dia, penangkapan kedua dilakukan pada saat aksi solidaritas untuk Papua di depan Polda Metro Jaya, Sabtu (31/8/2019) sore.

Lalu, penangkapan ketiga dilakukan oleh aparat gabungan (TNI dan Polri) terhadap tiga orang perempuan, di kontrakan mahasiswa asal Kabupaten Nduga di Jakarta, pada 31 Agustus 2019

"Penangkapan dilakukan tanpa surat izin penangkapan dari polisi. Aparat gabungan juga mengancam tidak boleh ambil video atau gambar, sementara mereka boleh mengambil gambar ataupun video," kata Nelson.

Adapun, penangkapan keempat dilakukan kepada Surya Anta. Surya diamankan ditangkap dua orang polisi yang berpakaian preman di Plaza Indonesia, pada Sabtu, 31 Agustus 2019 sekitar pukul 20.30 WIB.

"Saat penangkapan, polisi menjelaskan pasal yang disangkakan adalah makar terkait Papua," kata Nelson.

Pada saat ini semua yang ditangkap telah dipindahkan ke Mako Brimob di Kelapa Dua.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas