Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pegiat Antikorupsi: Revisi UU KPK Cacat secara Prosedur

Pegiat Antikorupsi ini menegaskan, revisi UU Kpk yang diinisiasi DPR tersebut tidak memenuhi ketentuan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peru

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pegiat Antikorupsi: Revisi UU KPK Cacat secara Prosedur
Warta Kota/Henry Lopulalan
Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho (tengah) didampingi aktivis ICW Tama Satrya Langkun (kanan) dan peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal (kiri) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil berbicara dalam konperensi pers di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (14/7/2013). Koalisi tersebut mendesak kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengabaikan permintaan para koruptor besama pendukungnya terkait pencabutan PP 99/2012 dan akan melakukan perlawanan balik dengan mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peneliti dari Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar menilai, Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) catat secara prosedur.

Pegiat Antikorupsi ini menegaskan, revisi UU KPK yang diinisiasi DPR tersebut tidak memenuhi ketentuan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan dan Tata Tertib (Tatib) DPR.

Pada pasal 45 ayat (1) UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa pembahasan sebuah RUU harus berdasarkan program legislasi nasional (prolegnas).

"Jadi Revisi UU KUHP cacat secara prosedur. RUU ini tidak memenuhi proses pembentukan perundangan-undangan yang baik dan benar," tegas Erwin Natosmal kepada Tribunnews.com, Jumat (6/9/2019).

Jadi, imbuh dia, sebelum bicara lebih jauh tentang substansi yang akan diatur, publik perlu mengingatkan DPR tentang pelanggaran hukum yang mereka lakukan, ketika akan merevisi UU KPK.

"Publik jangan terjebak dengan polemik substansi yang dikemukakan tanpa melacak apakah secara formal, tindakan tersebut sudah benar dan layak secara hukum," jelas Erwin Natosmal.

Baca: Moeldoko Gantikan Wiranto, Ahok jadi Menpan RB, Daftar Terbaru Calon Menteri Jokowi yang Mengemuka

Baca: 15 Nama Berpeluang Jadi RI 1 Selanjutnya, Ada 4 Kepala Daerah dan Ridwan Kamil dapat Catatan Khusus

DPR Siap Bongkar Arsip Tunjukan Pimpinan KPK Setuju Revisi UU

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengaku memiliki catatan pimpinan KPK yang menginginkan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Berita Rekomendasi

Arsul menyebut, hal itu disampaikan pimpinan KPK dalam rapat dengar pendapat dengan komisi III.

"Catatan saya sebagai anggota komisi III dalam satu RDP antara pimpinan KPK dengan komisi III memang ada pembicaraan dan pada saat itu pimpinan KPK juga menyetujui soal revisi ini tapi tentu revisinya yang tidak melemahkan KPK," kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (6/9/2019).

Baca: Mobil Dinas Jokowi Mogok di Kalbar, Fadli Zon: Ganti Pakai Mobil Esemka Dong

Politisi PPP ini pun mempertanyakan sikap pimpinan KPK yang tidak setuju dan menolak revisi setelah DPR menyepakati kelanjutan dalam paripurna pada Kamis (5/9/2019), kemarin.

Untuk itu, ia berencana membuka arsip rapat saat pimpinan KPK setuju revisi UU KPK.

"Nanti saya akan cari arsip rapatnya, mungkin nanti bisa saya sampaikan juga ke media supaya segala sesuatunya clear lah jelas. Tidak berbantah-bantahan saja," kata Sekjen PPP itu.

Arsul pun menegaskan, pimpinan KPK yang setuju adalah periode Agus Rahardjo.

"Yang periode ini, yang dimaksud adalah periode ini. Karena pimpinan KPK Pak Agus Rahardjo dkk itu kan memulai tugasnya sejak awal 2016," tegas Arsul.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas