Pegiat Antikorupsi: Revisi UU KPK Cacat secara Prosedur
Pegiat Antikorupsi ini menegaskan, revisi UU Kpk yang diinisiasi DPR tersebut tidak memenuhi ketentuan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peru
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peneliti dari Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar menilai, Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) catat secara prosedur.
Pegiat Antikorupsi ini menegaskan, revisi UU KPK yang diinisiasi DPR tersebut tidak memenuhi ketentuan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan dan Tata Tertib (Tatib) DPR.
Pada pasal 45 ayat (1) UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa pembahasan sebuah RUU harus berdasarkan program legislasi nasional (prolegnas).
"Jadi Revisi UU KUHP cacat secara prosedur. RUU ini tidak memenuhi proses pembentukan perundangan-undangan yang baik dan benar," tegas Erwin Natosmal kepada Tribunnews.com, Jumat (6/9/2019).
Jadi, imbuh dia, sebelum bicara lebih jauh tentang substansi yang akan diatur, publik perlu mengingatkan DPR tentang pelanggaran hukum yang mereka lakukan, ketika akan merevisi UU KPK.
"Publik jangan terjebak dengan polemik substansi yang dikemukakan tanpa melacak apakah secara formal, tindakan tersebut sudah benar dan layak secara hukum," jelas Erwin Natosmal.
Baca: Moeldoko Gantikan Wiranto, Ahok jadi Menpan RB, Daftar Terbaru Calon Menteri Jokowi yang Mengemuka
Baca: 15 Nama Berpeluang Jadi RI 1 Selanjutnya, Ada 4 Kepala Daerah dan Ridwan Kamil dapat Catatan Khusus
DPR Siap Bongkar Arsip Tunjukan Pimpinan KPK Setuju Revisi UU
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengaku memiliki catatan pimpinan KPK yang menginginkan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Arsul menyebut, hal itu disampaikan pimpinan KPK dalam rapat dengar pendapat dengan komisi III.
"Catatan saya sebagai anggota komisi III dalam satu RDP antara pimpinan KPK dengan komisi III memang ada pembicaraan dan pada saat itu pimpinan KPK juga menyetujui soal revisi ini tapi tentu revisinya yang tidak melemahkan KPK," kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (6/9/2019).
Baca: Mobil Dinas Jokowi Mogok di Kalbar, Fadli Zon: Ganti Pakai Mobil Esemka Dong
Politisi PPP ini pun mempertanyakan sikap pimpinan KPK yang tidak setuju dan menolak revisi setelah DPR menyepakati kelanjutan dalam paripurna pada Kamis (5/9/2019), kemarin.
Untuk itu, ia berencana membuka arsip rapat saat pimpinan KPK setuju revisi UU KPK.
"Nanti saya akan cari arsip rapatnya, mungkin nanti bisa saya sampaikan juga ke media supaya segala sesuatunya clear lah jelas. Tidak berbantah-bantahan saja," kata Sekjen PPP itu.
Arsul pun menegaskan, pimpinan KPK yang setuju adalah periode Agus Rahardjo.
"Yang periode ini, yang dimaksud adalah periode ini. Karena pimpinan KPK Pak Agus Rahardjo dkk itu kan memulai tugasnya sejak awal 2016," tegas Arsul.