Polri Mendeteksi Kelompok ISIS Berusaha Mengambil Kesempatan dari Rangkaian Kerusuhan di Papua
Polri mendeteksi selain keterlibatan kelompok separatis, gerakan kelompok ISIS berusaha mengambil kesempatan dari rangkaian kerusuhan di Papua.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia mendeteksi selain keterlibatan kelompok separatis, ada gerakan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS/ISIS) berusaha mengambil kesempatan dari rangkaian kerusuhan di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mendeteksi keberadaan sel-sel ISIS di tanah Papua sejak dua tahun terakhir.
Dan mereka mulai aktif setahun terakhir, di antaranya melaksanakan jihad amaliyah dengan target aparat keamanan Polri dan TNI.
Hal itu diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.
Dedi mengatakan, kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) tersebut sudah terdeteksi oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri sejak 2017.
"Jaringan ISIS Papua memang sudah terdeteksi kurang lebih sekitar dua tahun belakangan ini," ungkap Dedi.
Baca: Di Kopi Johny, Hotman Paris Sebut-sebut Nama Farhat Abbas dan Andar Situmorang: Mana Hasilnya?
Polri mendeteksi sel-sel ISIS berada di wilayah Jayapura, Wamena, Fakfak, Manokwari hingga Merauke.
Salah satu indikasi aktivitas kelompok teroris terafiliasi ISIS itu adalah pengungkapan dan penangkapan dua terduga teroris yang merencanakan melakukan serangan bom ke Mapolres Manokwari, Papua Barat, pada 2017.
Kelompok tersebut merencanakan serangan bom itu pada tahun lalu, namun lebih dulu digagalkan Densus 88 Antiterori Polri.
"Salah satu yang sudah dilakukan upaya penegakan hukum oleh Densus 88, (kelompok teroris itu) berupaya melakukan pengeboman di Polres Manokwari," ujarnya.
Dedi mengungkapkan, selain rencana jihad, sel kelompok teroris itu juga telah melaksanakan rekrutmen dan penguasaan wilayah dalam setahun terakhir.
Ia menegaskan, kelompok teroris ini berbeda dengan kelompok separatis di Papua seperti kelompok pemberontak bersenjata, kelompok pemberontak politik dan kelompok pemberontak klandestin.
Saat ini, Polri masih mendalami keterkaitan kelompok tersebut dengan sejumlah kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
"Keterkaitan ISIS dengan kerusuhan ini masih didalami dulu, apakah ada keterkaitan atau tidak," ujar Dedi.
Adanya kelompok yang terafiliasi ISIS di tanah Papua lebih dulu diungkapkan Menteri Pertahanan Riyamizard Ryacudu Ryamizard dalam rapat bersama Komisi I dan Menlu-Menkominfo di Gedung DPR, Jakarta, lusa.
"Sebagai catatan, terdapat kelompok lain yang berafiliasi dengan ISIS telah menyerukan jihad di tanah Papua," kata Ryamizard dalam rapat bersama Komisi I DPR.
Ia mengatakan, selain kelompok yang ditunggangi ISIS, terdapat tiga kelompok yang terindikasi berada di belakang pemberontakan di Papua, yaitu kelompok pemberontak bersenjata, kelompok pemberontak politik, dan kelompok klandestin atau rahasia.
Menurutnya, TNI-Polri harus bijak dalam menghadapi kelompok-kelompok tersebut.
TNI dan Polri, kata dia, juga harus selalu siap bersinergi untuk mempertahankan NKRI.
Dan pemerintah secara tegas telah menyampaikan bahwa Papua bagian dari NKRI dan tidak terpisahkan sampai kapanpun.
Aksi unjuk rasa massa disertai aksi anarkisme muncul di berbagai kota dan kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat sejak 19 Agustus 2019, sebagai buntut adanya perlakuan rasisme dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, beberapa hari sebelumnya.
Unjuk rasa dengan membawa isu dan tuntutan yang sama berlanjut dan melebar hingga Fakfak dan Timika, pada dua hari berikutnya.
Baca: Sebelum Meninggal Rayya Dirawat 2 Hari di Rumah Sakit
Bahkan, terjadi kerusuhan di dua wilayah itu.
Meski pemerintah pusat telah mengerahkan pasukan pengamanan tambahan dan upaya perdamaian dengan tokoh adat, unjuk rasa diikuti kerusuhan kembali terjadi di Deiyai pada 28 Agutus 2019 atau 11 hari sejak aksi serupa kali pertama terjadi.
Bahkan, aksi unjuk rasa diikuti aksi perusakan kembali dilakukan di Kota Jayapura, ibu kota Provinsi Papua pada 29 Agustus 2019.
Benny Wenda Kejar Tayang
Selain adanya kelompok yang terafiliasi ISIS, Polri juga melansir adanya pihak asing yang diduga menjadi dalang kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Mereka telah merencanakan aksi hingga 1 Desember mendatang yang bertepatan hari ulang tahun Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM).
"Di dalam negeri dia mengambil setting tetap mendesain kerusuhan ini sampai 1 Desember," tutur Dedi Prasetyo.
Salah satu pihak asing yang terdeteksi Polri ikut bermain dalam kerusuhan di tanah Papua adalah Benny Wenda.
Baca: Rayya Pemeran Video Vina Garut Meninggal, Kuasa Hukum Ungkap Kondisi Sebelumnya: Kesulitan Bergerak
Dikatakan, Benny merancang kerusuhan agar dapat membawa isu HAM ke sidang Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Berbagai aksi yang dilakukan di Papua itu dilakukan dalam rangka rapat di Komisi HAM di Jenewa, Swiss pada 9 September, sehingga nantinya ada laporan tentang kerusuhan di Papua.
Selain itu, Benny Wenda juga mengejar target agar kerusuhan di Papua bisa dibahas dalam Sidang Umum PBB pada 23-24 September 2019, padahal soal Papua tidak diagendakan.
Berkantor di Papua
Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mulai berkantor di Papua sejak 2 September 2019.
Kedua pucuk pimpinan aparat keamanan negara RI itu bertekad memantau kondisi secara langsung pasca-kerusuhan di daerah tersebut.
Tito juga menyampaikan, keterlibatan sejumlah organisasi dalam sejumlah kerusuhan di Papua dan Papua Barat, di antaranya United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
"ULMWP dan KNPB bertanggung jawab atas kejadian ini. Mereka yang produksi hoaks itu," tegas Tito di Jayapura, Papua, lusa lalu.
ULMWP atau Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat merupakan organisasi politik untuk memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat.
Organisasi tersebut dipimpin oleh Benny Wenda. Benny diduga menyebarkan konten hoaks dan provokatif di media sosial terkait Papua.
Sementara, KNPB adalah organisasi politik rakyat dan sebuah kelompok masyarakat Papua yang berkampanye untuk kemerdekaan Papua Barat.
Baca: Benny Wenda Akhirnya Bicara soal Kerusuhan Papua, Ancam Papua Bisa Menjadi Timor Timur Berikutnya
Sejarah KNPB pada 1961 didirikan Komite Nasional oleh para pejuang kemerdekaan bangsa Papua Barat.
Menurut Tito, Polri sudah mengetahui siapa saja individu dan kelompok yang bermain atas kerusuhan yang terjadi di Papua dalam beberapa hari terakhir.
Kapolri mengatakan, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) ikut digerakan oleh ULMWP dan KNPB.
"KNPB main, ULMWP main, termasuk gerakan AMP juga digerakan mereka," kata Tito.
Polri sendiri kesulitan memproses hukum Benny Wenda, tokoh separatis asal Papua yang diduga menjadi dalang kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Sebab, Benny Wenda telah menjadi warga negara Inggris.
Selain itu, tempat kejadian perbuatan pidananya berada di London, Inggris. (tribun network/dit/kompas.com/coz)