Jalani Sidang Pembacaan Dakwaan, Kivlan Zen Didampingi Penasihat Hukum dari Sipil dan Militer
Kivlan memakai baju koko lengan panjang berwarna putih dilapis jaket berwarna hitam dan celana kain panjang berwarna abu-abu.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang perdana beragenda pembacaan dakwaan kasus kepemilikan senjata api ilegal yang menjerat terdakwa Mayjen (Purn) Kivlan Zen, pada Selasa (10/9/2019).
Berdasarkan pemantauan, Kivlan memakai baju koko lengan panjang berwarna putih dilapis jaket berwarna hitam dan celana kain panjang berwarna abu-abu.
Kivlan didampingi tim penasihat hukum. Tim penasihat hukum itu dari militer dan sipil. Untuk tim penasihat hukum dari militer, mereka memakai seragam dinas dari instansi TNI yang menunjukkan matra masing-masing.
Sebelum duduk di kursi pesakitan, Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu datang ke ruang sidang menggunakan kursi roda. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendorong kursi roda Kivlan Zen.
Pada saat duduk di kursi pesakitan, kursi roda yang sebelumnya dipergunakan oleh Kivlan Zen diletakkan di sisi depan tempat duduk tim penasihat hukum.
Ketua majelis hakim membuka persidangan beragenda pembacaan surat dakwaan.
Baca: Demokrat: KPK Tidak Boleh Dilemahkan dan Tidak Boleh Terlalu Kuat
"(Agenda sidang,-red) mendengarkan surat dakwaan dari penuntut umum," kata ketua majelis hakim saat membuka persidangan.
Sebelumnya, Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Makmur membenarkan informasi yang diterima Tribunnews.com bahwa pihaknya telah menerima berkas perkara tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen dari Kejari Jakarta Pusat.
Makmur juga membenarkan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan menggelar sidang perkara itu pada 10 September 2019.
"Iya, benar," kata Makmur ketika dikonfirmasi Tribunnews.com pada Rabu (4/9/2019).
Diberitakan sebelumnya, Kepolisian menyerahkan Kivlan Zen dan Habil Marati secara bersamaan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).
Diketahui, Kivlan Zen adalah tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal dan Habil Marati adalah tersangka kasus dugaan ancaman pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, mengatakan berkas perkara Kivlan Zen dan Habil Marati telah dinyatakan lengkap atau P21. Sehingga keduanya diserahkan kepada kejaksaan.
"Jadi, (berkas perkara) untuk tersangka KZ sudah P21 pada tanggal 16 Agustus dan (berkas perkara) tersangka HM (dinyatakan lengkap alias P21) tanggal 21 Agustus kemarin," ujar Argo, di Polda Metro Jaya, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).
Diketahui, polisi telah menetapkan Kivlan Zen sebagai tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal. Penetapan tersangka itu berkaitan dengan pengembangan kasus kerusuhan 21-22 Mei 2019.
Kivlan kemudian ditahan di Rutan Guntur Polda Metro Jaya sejak 30 Mei 2019 selama 20 hari. Polisi selanjutnya memperpanjang masa penahanan Kivlan selama 40 hari terhitung sejak Selasa (18/6/2019) lalu.
Terkait kasus tersebut, Kivlan Zen sempat menggugat Polda Metro Jaya ke sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, gugatan tersebut ditolak seluruhnya oleh Hakim yang memeriksa perkaranya dan ia pun tetap berstatus menjadi tahanan Polda Metro Jaya terkait kasus senjata api ilegal.
Sementara itu, polisi telah menangkap dan menetapkan Habil Marati sebagai tersangka kasus dugaan ancaman pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
Wadirkrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ade Ary sebelumnya menyebut, Habil berperan sebagai pemberi dana sebesar Rp 150 juta kepada Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen untuk keperluan pembelian senjata api terkait rencana pembunuhan terhadap para tokoh tersebut.
Para tokoh yang menjadi target pembunuhan itu di antaranya adalah Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, Menkopolhukam Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.