Kisah Habibie di Penghujung Kekuasaan Soeharto (3-Habis): Tak Pernah Bisa Lagi Bertemu Sang Presiden
"Sangat saya sayangkan bahwa Pak Harto ketika itu tidak berkenan berbicara dengan saya," kata Habibie
Penulis: Febby Mahendra
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
"Siap, Kolonel Hasanuddin, ADC (ajudan) Bapak," sambil menyinari wajahnya dengan lampu senter.
"Mengapa Kolonel belum tidur," kata Habibie.
"Siap, lagi dinas dan mohon Bapak istirahat sejenak," jawab Hasanuddin.
Setelah satu jam tidur, Habibie bangun untuk salat subuh, kemudian mandi dan kembali ruang kerja untuk memantau pergerakan massa melalui internet dan siaran televisi.
Sekira pukul 06.45 WIB, ajudan Kolonel (Udara) Iwan Sidi masuk ke ruangan dan melaporkan Pangab Jenderal TNI Wiranto sudah siap menunggu di ruang tamu.
Dalam pertemuan pukul 06.50-07.25 itu Jenderal Wiranto melaporkan keadaan di lapangan yang tidak menentu dan gerakan-gerakan demo yang terus meningkat.
Kemudian Habibie bersiap meluncur ke Jl Cendana, berharap mendapatkan penjelasan dan jawaban mengenai mengapa semua ini terjadi.
"Saya mendapat berita Pak Harto ternyata belum bersedia menerima saya. Saya dipersilakan langsung saja berangkat ke Istana Merdeka. Protokol dan ADC Presiden berharap pertemuan empat mata dapat dilaksanakan di Istana Merdeka, " kenang putra kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan itu.
Sekira pukul 08.30 Habibie meluncur ke Istana Merdeka, namun sesampai di lokasi belum ada orang yang hadir.
Ia duduk di kamar tamu yang berhadapan dengan Ruang Jepara.
Beberapa saat kemudian, Ketua Mahkamah Agung, Sarwata SH, dan para anggota Mahkamah Agung, datang. Kemudian para pimpinan DPR/MPR giliran datang.
Tiba-tiba, Protokol dan ADC Presiden mempersilakan Ketua dan para anggota Mahkamah Agung masuk ke Ruang Jepara.
Saya langsung berdiri dan menyampaikan saya dijanjikan untuk dapat bertemu Presiden Soeharto.
Langsung ADC Presiden kembali ke Ruang Jepara dan hanya sekejap kemudian hanya mempersilakan Ketua bersama para anggota Mahkamah Agung masuk ke Ruang Jepara.