Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Revisi UU Harus Tekankan Program Pencegahan KPK

Menurut dia, kalau UU KPK memang dirubah maka harus mengarah pada kompetensi absolut yang diberikan kepada KPK.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Revisi UU Harus Tekankan Program Pencegahan KPK
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar aksi membawa keranda berkain hitam dan menabur bunga di lobi gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Aksi tersebut karena memandang bahwa KPK sudah mati dan menunjukkan rasa berduka terkait sejumlah dinamika yang ada di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Juajir Sumardi mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK harus menekankan pada pencegahan dan otoritas KPK yang jelas.

“Poin yang perlu (direvisi) itu harus kembali menekankan bahwa KPK punya ruang ranah yang jelas, misal kalau negara itu otoritasnya dimana. Artinya, jangan sampai otoritasnya itu berada pada wilayah kompetensinya kejaksaan dan kepolisian,” kata Juajir saat dikonfirmasj wartawan, Sabtu (14/9/2019).

Menurut dia, kalau UU KPK memang dirubah maka harus mengarah pada kompetensi absolut yang diberikan kepada KPK. Karena, selama ini kompetensi absolut tersebut kurang dikontrol. Maka, peran Dewan Pengawas KPK penting.

Baca: Gudang Senjata di Semarang Meledak, Satu Anggota Brimob Terluka & Sejumlah Truk Hancur

“Kalau kompetensi absolut itu kan KPK tidak boleh mengambil yang kacang-kacangan kecil-kecil diambil juga, terlalu mubazir dan terlalu besar biayanya ketimbang hasil yang diperoleh,” ujarnya.

Harusnya, KPK menangani kasus yang potensi kerugian negaranya diatas Rp 1 miliar.

Sehingga, jangan sampai KPK mengambil potensi kerugian negara dibawah Rp 1 miliar hanya mencari pencitraan.

Dirinya mengatakan, harus ada ruang yang jelas dan kepastian dalam hal apa yang bisa untuk melakukan OTT (operasi tangkap tangan) sehingga tidak semua perkara yang kecil diambil.

Berita Rekomendasi

“Jadi sebelum melakukan OTT, sudah bisa mengidentifikasi kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mau ditangkap tangan itu melampaui Rp 1 miliar,” ujarnya.

Lebih lanjut, Juajir mengatakan KPK harus bisa membangun strategi follow the asset bukan follow the person.

Sebab, katanya, selama ini KPK masih terjebak sasaran pada paradigma personal.

Padahal, KPK juga harus bisa mengamankan aset negara.

“Oleh karena itu, KPK harus mengambil kebijakan paradigmanya adalah follow the asset, follow the money, bukan follow the person,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas