Dukung Pengelolaan Sampah Menggunakan Ekonomi Sirkular
Penanganan sampah telah menjadi tantangan di Indonesia seiring dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga dan kegiatan di sektor bisnis
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan pengolahan sampah Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (mengurangi - menggunakan - daur ulang atau TPS3R yang dicanangkan oleh pemerintah masih mengalami kendala.
Ini disebabkan belum dilakukannya secara penuh mekanisme pemilahan sampah sejak dari sumbernya dengan melibatkan semua pihak.
Untuk itu, Asosiasi Kemasan dan Daur Ulang Untuk Lingkungan Berkelanjutan di Indonesia (PRAISE) mendorong pemerintah mengimplementasikan sistem penanganan sampah yang efektif.
"Caranya melibatkan Extended Stakeholder Responsibility (ESR) dengan menggunakan sistem ekonomi silkular yang meningkatkan keterlibatan komunitas untuk pemilahan sampah serta memanfaatkan sampah kemasan yang bisa digunakan kembali (reuse) oleh industri,” kata Sinta Kaniawati, perwakilan PRAISE di Jakarta belum lama ini.
Dikatakan Sinta, metode ekonomi sirkular bisa memungkinkan sampah kemasan memiliki daya guna dan nilai ekonomis.
Baca: Melihat Pontensi Budidaya Belatung, Solusi Mengurai Sampah Organik Sekaligus Maraup Uang
Baca: Marc Marquez Start Posisi 5, Valentino Rossi Posisi 7, Marquez Anggap Rossi Bukan Pesaing
Berdasarkan laporan dari Ellen MacArthur, tanpa pemahaman ekonomi sirkular, 95% nilai ekonomis bahan kemasan termasuk plastik sekali pakai akan hilang.
Sebaliknya dengan landasan ekonomi sirkular, 53% sampah contohnya di Eropa bisa di daur ulang dan menghasilkan uang.
"Namun, ekonomi sirkular akan bisa berjalan baik dengan menggunakan pedekatan Extended Stakeholer Responsibility yang mendorong kolaborasi semua pihak baik itu rumah tangga, komunitas, pemerintah dan swasta," katanya.
Di Indonesia, usaha daur ulang adalah salah satu wujud sirkular ekonomi secara bertanggung jawab. Namun, usaha daur ulang tersebut akan mengalami kendala tanpa proses pemilihan sampah yang benar.
PRAISE yang merupakan gabungan dari enam perusahaan di Indonesia yaitu Coca Cola, Danone, Indofood, Nestle, Tetra Pak dan Unilever telah menginisiasikan program Bali Bersih yang bertujuan untuk membangun program komunitas yang berkelanjutan dalam rangka membantu lingkungan dan perkotaan mengatasi permasalahan sampah kemasan yang mereka hadapi melalui ekonomi sirkular.
Baca: VIRAL Motor Ditemukan di Tumpukan Sampah, Ternyata Milik Waria Korban Pembunuhan
Dalam melaksanakan program ini, salah satunya PRAISE bekerjasama dengan Mckinsey.org menginisiasikan program Desa Kedas di Bali sebagai proyek percontohan Bali Bersih.
Sejalan dengan visi dan misi PRAISE, proyek Desa Kedas bertujuan untuk mendemonstrasikan sistem daur ulang yang memiliki nilai ekonomi dari material yang saat ini disebut sampah, menjadi sistem yang berkelanjutan yang bisa mendatangkan kesempatan ekonomi bagi komunitas.
Shannon Bouton, Global Executive Director, Sustainable Communities at McKinsey.org mengatakan, solusi bagi persoalan sampah di Indonesia dapat dimulai dari perbaikan sistem pengangkutan sampah dan pengembangan pasar daur ulang.
Bahan daur ulang yang sudah dikumpulkan perlu sebanyak mungkin kembali digunakan untuk tujuan produktif - plastik, sampah organik, dan bahan lainnya yang memiliki nilai jual.