Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dukung Pengelolaan Sampah Menggunakan Ekonomi Sirkular

Penanganan sampah telah menjadi tantangan di Indonesia seiring dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga dan kegiatan di sektor bisnis

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Dukung Pengelolaan Sampah Menggunakan Ekonomi Sirkular
PRAISE/PRAISE
Dari kiri : I Gusti Made Gede - Ketua BPD Desa Sanur Kauh, R Nuzulina Ilmiarty Ismail - Sub Directorate for Solid Management & Enviromental Drainage, Novrizal Tahar - Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Abieta Billy - Fellow Sustainable Communities dalam acara diskusi pengelolahan sampah secara berulang dan berkelanjutan (Circular Economy) di Jakarta. Kamis (12/9/2019). acara diskusi yang membicarakan mengenai pentingnya ekonomi sirkular dalam mendukung penanganan sampah yang terintegrasi. (Dokumen PRAISE) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan pengolahan sampah Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (mengurangi - menggunakan - daur ulang atau TPS3R yang dicanangkan oleh pemerintah masih mengalami kendala.

Ini disebabkan belum dilakukannya secara penuh mekanisme pemilahan sampah sejak dari sumbernya dengan melibatkan semua pihak.

Untuk itu, Asosiasi Kemasan dan Daur Ulang Untuk Lingkungan Berkelanjutan di Indonesia (PRAISE) mendorong pemerintah mengimplementasikan sistem penanganan sampah yang efektif.

"Caranya melibatkan Extended Stakeholder Responsibility (ESR) dengan menggunakan sistem ekonomi silkular yang meningkatkan keterlibatan komunitas untuk pemilahan sampah serta memanfaatkan sampah kemasan yang bisa digunakan kembali (reuse) oleh industri,” kata Sinta Kaniawati, perwakilan PRAISE di Jakarta belum lama ini.

Dikatakan Sinta, metode ekonomi sirkular bisa memungkinkan sampah kemasan memiliki daya guna dan nilai ekonomis.

Baca: Melihat Pontensi Budidaya Belatung, Solusi Mengurai Sampah Organik Sekaligus Maraup Uang

Baca: Marc Marquez Start Posisi 5, Valentino Rossi Posisi 7, Marquez Anggap Rossi Bukan Pesaing

Berdasarkan laporan dari Ellen MacArthur, tanpa pemahaman ekonomi sirkular, 95% nilai ekonomis bahan kemasan termasuk plastik sekali pakai akan hilang.

Sebaliknya dengan landasan ekonomi sirkular, 53% sampah contohnya di Eropa bisa di daur ulang dan menghasilkan uang.

Berita Rekomendasi

"Namun, ekonomi sirkular akan bisa berjalan baik dengan menggunakan pedekatan Extended Stakeholer Responsibility yang mendorong kolaborasi semua pihak baik itu rumah tangga, komunitas, pemerintah dan swasta," katanya.

Di Indonesia, usaha daur ulang adalah salah satu wujud sirkular ekonomi secara bertanggung jawab. Namun, usaha daur ulang tersebut akan mengalami kendala tanpa proses pemilihan sampah yang benar.

PRAISE yang merupakan gabungan dari enam perusahaan di Indonesia yaitu Coca Cola, Danone, Indofood, Nestle, Tetra Pak dan Unilever telah menginisiasikan program Bali Bersih yang bertujuan untuk  membangun program komunitas yang berkelanjutan dalam rangka membantu lingkungan dan perkotaan mengatasi permasalahan sampah kemasan yang mereka hadapi melalui ekonomi sirkular.

Baca: VIRAL Motor Ditemukan di Tumpukan Sampah, Ternyata Milik Waria Korban Pembunuhan

Dalam melaksanakan program ini, salah satunya PRAISE bekerjasama dengan Mckinsey.org menginisiasikan program Desa Kedas di Bali sebagai proyek percontohan Bali Bersih. 

Sejalan dengan visi dan misi PRAISE, proyek Desa Kedas bertujuan untuk mendemonstrasikan sistem daur ulang yang memiliki nilai ekonomi dari material yang saat ini disebut sampah, menjadi sistem yang berkelanjutan yang bisa mendatangkan kesempatan ekonomi bagi komunitas.

Shannon Bouton, Global Executive Director, Sustainable Communities at McKinsey.org mengatakan, solusi bagi persoalan sampah di Indonesia dapat dimulai dari perbaikan sistem pengangkutan sampah dan pengembangan pasar daur ulang.

Bahan daur ulang yang sudah dikumpulkan perlu sebanyak mungkin kembali digunakan untuk tujuan produktif - plastik, sampah organik, dan bahan lainnya yang memiliki nilai jual.

Itulah sebabnya kami membentuk Desa Kedas, yang merupakan kolaborasi antara program PRAISE Bali Bersih dan program global McKinsey.org, Rethinking Recycling.

"Pemberdayaan masyarakat, pemerintah yang inovatif dan komitmen dari para perusahaan, dapat bersama-sama membangun sistem pengelolaan sampah dan daur ulang yang benar-benar berjalan optimal," katanya.

Terkait dengan harapan terhadap program Desa Kedas, Shannon berharap dapat merancang solusi yang tepat untuk masyarakat Indonesia sehingga dapat memecahkan banyak masalah lingkungan yang disebabkan oleh sampah.

Baca: Cerita di Balik Gitar Virgoun, Dibeli Seharga Rp 3,5 Juta Padahal Aslinya Dibanderol 6500 Dollar

I Gusti Made Gede selaku Ketua BPD Desa Sanur Kauh mengatakan sebelum mengikuti program Desa Kedas, sistem TPS3R yang ada belum berjalan dengan baik.

Operasional TPS3R kami sangat terhambat dan secara ekonomi tidak stabil.

"Setelah enam bulan program ini berjalan, saat ini semakin banyak warga yang memilah sampah dari rumah," katanya.

TPS3R di Sanur Kauh telah secara konsisten mendatangkan keuntungan bukan hanya secara ekonomi namun juga memiliki sistem kerja yang baik dan para pekerja yang terlatih.

Melalui Bali Bersih program, PRAISE telah membuktikan bahwa pengolahan sampah akan berhasil dengan menggunakan sistem ekonomi sirkular apabila ada keterlibatan dari Extended Stakeholder Responsibility.

Kemudian perubahan perilaku terkait 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang dapat tercapai belalui edukasi berkelanjutan, keterlibatan pemerintah baik melalui peraturan ataupun penyediaan sarana dan prasarana.

Saat ini penanganan sampah telah menjadi tantangan di Indonesia seiring dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga dan kegiatan di sektor bisnis.

Baca: Bunuh Dua Anak Balita Lalu Berusaha Bunuh Diri, Ibu di Kupang Ini Jadi Tersangka

Tahun ini, Indonesia menghasilkan 67 juta ton sampah, jumlah tersebut lebih tinggi dari rata-rata 64 juta ton per tahun dengan komposisi sampah organik (70%), sampah plastik yang sumber utamanya berasal dari kemasan makan minuman, kemasan consumer goods, kantong belanja dan pembungkus barang lainnya (20%) dan sampah industri lainnya seperti kaca, metal, karet (10%).

Melihat dampak lingkungan dan sosial yang terjadi akibat sampah, pemerintah menargetkan untuk melakukan 30% pengurangan sampah dan 70% penanganan sampah pada 2025.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas