Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sebut Ada Bukti Pelanggaran Kode Etik Berat, Mantan Komisioner KPK Desak Kapolri Tarik Firli

Menurut Busyro Muqoddas, Irjen Firli tidak bisa ditempatkan sebagai ketua KPK karena pernah melakukan pelanggaran kode etik berat.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Sebut Ada Bukti Pelanggaran Kode Etik Berat, Mantan Komisioner KPK Desak Kapolri Tarik Firli
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas memberikan keterangan kepada wartawan mengenai peristiwa penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan oleh dua orang tak dikenal, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/4/2017). Mereka memberikan dukungan kepada KPK dan juga meminta presiden turun tangan dengan cara membentuk tim khusus guna mengusut kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

"Karena kalau tidak maka akan terjadi kemacetan dan kevakuman dalam pemberantasan korupsi di Indonesia," Petrus memberi alasan.

"Sekarang, tinggal bagaimana Presiden menyikapi hal ini, menyikapi hal hal yang terjadi pada hari hari terakhir di kepemimpinan KPK. Dua pimpinan di KPK sekarang tersisa Basaria Panjaitan dan Alexander Marwata. Kita lihat KPK juga sudah tidak kompak lagi, ada friksi diantara pimpinan KPK," kata Petrus.

Mantan Direktur Penyidikan Mabes Polri Alfons Loemau mengatakan, KPK saat ini lebih sibuk dengan operasi operasi tangkap tangan. 

"Saat ini ada 3 orang komisioner KPK yang mundur menyerahkan mandat kepada Presiden tapi minta pengarahan. Nah, ini jadi abu abu dan membingungkan masyarakat, seolah ada arena perang tanding, saling sabot menyabot. Pimpinan KPK yang mundur itu bahasa Jawanya mokong, lepas tangan atau lempar handuk," tudingnya.

"Kalau pimpinan KPK mau mundur mundur saja, nggak usah pakai menyerahkan mandat. Lembaga yang seharusnya dipercaya untuk penegakan hukum jadi seperti bermain politik mengadu domba di tengah masyarakat," imbuh Alfons.

Chaerul Umam yang juga mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung menyatakan, dalam 17 tahun perjalanannya, KPK sebagai lembaga ad hoc tidak menjalankan upaya pencegahan hukum terhadap praktik-praktik korupsi.

"Dalam perjalanannya 17 tahun ini upaya pencegahan hukum ini tidak dilakukan. Juga seperti LHKPN sudah dilaporkan tapi tidak diteliti. KPK lebih banyak melakukan upaya penindakan, saat kejahatan terjadi baru dilakukan tindakan," ungkap Chaerul Umam. 

Berita Rekomendasi

"DI KPK tidak ada SP3 (Surat Penghentikan Penyidikan Perkara). Karena KPK dilarang melakukan SP3 dan tidak ada SP3, banyak penyidikan kasus yang setelah tidak terbukti tindak pidana, kasusnya tidak bisa dihentikan," imbuhnya. 

Chaerul menengarai, banyak perkara yang macet di KPK. "Pada akhirnya tugas tugas KPK ini tak semulus seperti yang kita harapkan," kata dia.

"Akhirnya sekarang ada upaya menyempurnakan UU KPK. Memang mungkin akan ada yang ambil keuntungan untuk melemahkan KPK. Tapi kami di Forum Lintas Hukum Indonesia tidak menginginkannya. Kami ingin ada penyempurnaan KPK dan dilakukan penguatan," tandas Chaerul Umam.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas