Peneliti LIPI Sebut Karhutla di Sumatera dan Kalimantan Buatan Manusia
“Lahan gambut tidak pernah kering walaupun pada musim kemarau. Namun ketika air di permukaan gambut dikeluarkan, lahan akan sangat mudah terbakar.”
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Eko menjelaskan sawit tidak bisa ditanam di lahan gambut jika muka air tanahnya tidak diturunkan.
Kasus karhutla tahun 1997 menurutnya tidak bisa dibantah.
Baca: BNPB Akui Banyak Anggota Satgas Karhutla Belum Gunakan Peralatan Standar
Kasus ini terkait pengeringan masif lahan gambut untuk proyek sawah 1 juta hektar di Kalimantan Tengah.
“Lebih dari 4.000 km kanal dibuat di lahan itu untuk membuang air gambut, sehingga muka air tanah di lahan tersebut turun,” lanjutnya.
Pengurangan Risiko Bencana
Baca: Mabes TNI Akan Dibangun di Kutai Kertanegara Jika Ibu Kota Pindah ke Kaltim, Ini Pertimbangannya
Peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Deny Hidayati, memberikan beberapa rekomendasi kebijakan pengurangan risiko bencana.
“Penduduk harus dilibatkan dalam mengurangi risiko asap kebakaran hutan dan lahan dengan cara meningkatkan kesiapsiagaan penduduk desa,” tutur Deny dalam rilis LIPI.
Selain itu, pengetahuan konstruksi bangunan seperti rehabilitasi rumah dan sekolah untuk mengurangi masuknya asap juga sangat diperlukan.
Baca: Orangutan jadi Korban Karhutla di Ketapang, Begini Kondisinya
Rekomendasi lainnya adalah terkait aspek perekonomian peduduk desa.
“Perlu adanya program perlindungan seperti asuransi petani terhadap keberlanjutan penghidupan penduduk, terutama pertanian dan perkebunan yang menjadi pekerjaan utama sebagian besar penduduk desa,” ungkap Deny.
Penulis: Sri Anindiati Nursastri
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Peneliti LIPI: Karhutla di Sumatera dan Kalimantan Buatan Manusia
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.