Sejumlah Pernyataan Kritis Ketua BEM UGM yang Banjir Pujian, Bisa Skak Mat Moeldoko dan Fahri Hamzah
Berikut ini sejumlah pernyataan kritis Ketua BEM UGM Atiatul Muqtadir yang banjir pujian. Ia bahkan bisa skak mat Moeldoko dan Fahri Hamzah.
Penulis: Miftah Salis
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM- Ketua BEM UGM Muhammad Atiatul Muqtadir menjadi perbincangan hangat di media sosial setelah penampilannya di ILC pada Selasa (24/9/2019) malam.
Sejumlah pernyataan kritisnya membuat Fathur, nama panggilannya, banjir pujian.
Bahkan pada acara Mata Najwa, Fathur bisa skak mat Moeldoko dan Fahri Hamzah soal aksi demo mahasiswa.
Fathur yang menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UGM tampil ke depan bersama tiga ketua BEM lain dari UI, ITB, dan Trisakti.
Mereka kompak mewakili teman-teman dan rakyat untuk menyuarakan soal penolakan UU KPK hasil revisi, RKUHP, serta RUU lain yang dianggap bermasalah.
Baca: Cerita-cerita di Balik Demo Pelajar: Ada yang Dimarahi Orang Tua hingga Warga Ketinggalan Pesawat
Atiatul Muqtadir berani tampil kritis dan tegas di hadapan Menkumham Yasonna Laoly serta anggota DPR RI.
Bahkan namanya juga sempat menjadi trending di Twitter.
Netizen mengaku kagum dengan sosok Fathur yang berani mengkritik pemerintah.
Berikut ini sejumlah pernyataan kritis Ketua BEM UGM yang banjir pujian.
1. Tak ada kata tunda dalam rapat paripurna
Nama Atiatul Muqtadir pertama kali muncul dalam acara Indonesia Lawyers Club pada Selasa (24/9/2019).
Pernyataan Fathur dalam acara tersebut membuatnya banjir pujian.
Saat berbicara mengenai penundaan RKUHP, Fathur menyebut bahwa kata tunda merupakan bahasa politis.
Sementara itu, tak ada kata tunda dalam rapat paripurna.
"Kalau kita lihat sebenarnya saat rapat paripurna itu ya tolak atau terima, nggak ada tunda," kata Fathur dikutip dari tayangan Youtube Indonesia Lawyers Club.
DPR periode ini memang masih memiliki masa jabatan hingga 30 September.
Fathur menegaskan bahwa yang diinginkan mahasiswa merupakan penolakan bukan penundaan.
"Mahasiswa bukan pengen ditunda, mahasiswa pengen ditolak," katanya diiringi tepuk tangan dari audiens yang hadir.
Mahasiswa jurusan kedokteran gigi tersebut juga menjelasan bahwa mahasiswa ingin adanya pembahasan kembali yang melibatkan akademisi dan masyarakat.
2. RUU dibahas tergesa-gesa jadi sebuah kejanggalan
Fathur menilai, RUU yang kali ini dibahas secara tergesa-gesa.
Ia menilai hal tersebut menjadi sebuah kejanggalan.
"RUU yang dibahas tergesa-gesa, dikebut di akhir periode ini adalah sebuah kejanggalan," katanya.
Dalam membaca kejanggalan tersebut, menurut Fathur ada dua alasan.
"Yangpertama ketidaktahuan atau bahasa lebih halusnya kebodohan atau kepentingan," tambahnya.
Fathur lalu mempertanyakan apa yang menjadi kepentingan dari anggota dewan dan elit politik hari ini.
Baca: Bantah Ada Korban Mahasiswa atau Pelajar, Kapolri: Satu Perusuh Meninggal Karena Kekurangan Oksigen
3. Kritik Menkumham
Dalam acara tersebut, hadir Menkumham Yasonna Laoly yang bicara panjang lebar soal gerakan mahasiswa yang begitu besar.
Yasonna justru menilai ada gerakan lain selain mengkritik pemerintah.
Setelah Yasonna selesai berbicara, Fathur lantas balik mengkritik Menkumham.
Fathur menilai pemerintah kerap memandang gerakan mahasiswa yang ramai ditunggangi pihak tertentu.
Ia juga menegaskan bahwa gerakan mahasiswa tersebut adalah independen.
Lalu, mahasiswa kelahiran 1998 tersebut balik bertanya kemungkinan adanya ketidak normalan menjalankan pemerintahan.
"Kenapasih tidak melihat gelombang-gelombang mahasiswa yang besar ini bukan gerakan yang nggak normal tapi mungkin cara menjalankan pemerintahannya yang nggak normal," katanya.
4. Skak mat Moeldoko dan Fahri Hamzah
Dalam acara Mata Najwa, Fathur dan ketua BEM ITB dipetemukan dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah serta beberapa tokoh lain, pada Rabu (25/9/2019) malam.
Moeldoko menyambut baik aksi mahasiswa yang kritis tersebut.
Saat Najwa Shihab menanyakan pendapat Moeldoko soal ekskalasi mahasiswa yang besar kali ini, Moeldoko justru menilainya sebagai bentuk nostalgia.
"Mungkin teman-teman mahasiswa nostalgia juga kali ya, karena sekian lama nggak pernah ketemu kan," katanya dikutip dari tayangan Youtube Najwa Shihab.
Najwa lalu tampak mempertegas pernyataan Moeldoko tersebut.
"Hanya nostalgia ini Pak Moel dinilainya?" tanyanya.
Saat Najwa Shihab hendak menanyakan kepada mahasiswa apakah aksi tersebut hanya sebuah nostalgia, Fahri Hamzah tiba-tiba menyambung pembicaraan.
Tampak lirih, Moeldoko dan Fahri Hamzah kompak menyebut penting.
Najwa pun dengan lugas menilai ada kesan pemerintah dan DPR merendahkan perjuangan mahasiswa.
Fahri Hamzah dan Moeldoko tampak saling berebut menjawab pernyatan Najwa Shibab.
Wakil Ketua DPR bahkan menyebut pergerakan mahasiswa tersebut merupakan hal biasa.
Baca: Moeldoko Akui Istana Siap Terima Mahasiswa Kalau Aksi, Ketua BEM UGM Tersenyum Sambil Angkat Jempol
"Kaum pergerakan itu harus sering bertemu," kata Fahri.
Moeldoko yang duduk di samping Fahri pun setuju.
"Nah itu," katanya.
Fathur kemudian mengambil alih untuk menjawab pertanyaan.
Menurutnya, Moeldoko dan Fahri Hamzah tak mengikuti perkembangan pergerakan mahasiswa.
Ia bahkan berani menyindir soal tidur siang.
"Agak kurang update ya berarti Pak Moeldoko dan Bung Fahri. Karena kalau lihat aksi-aksi mahasiswa itu terjadi tiap tahun bener nggak,
"Jadi nggak ada istilahnya mahasiswa lagi tidur siang," ucap Fathur.
Belum selsai Fathur menjawab, Moeldoko memotong.
"Iya tapi skalanya ini, biasanya skala kecil ini besar. Ya bagus lah, nggak papa lah bagi kita itu," sambung Moeldoko.
Pernyataan Moeldoko pun langsung dijawab oleh Fathur.
Fathur menilai, aksi demo yang begitu masif sejalan dengan menurunnya pengelolaan pemerintah.
"Kalau saya sih bilang gini, peningkatan kualitas dan kuantitas tuntutan aksi dari mahasiswa ini sejalan dengan menurunnya pengelolaan pemerintah," katanya disambut tepuk tangan hadirin.
(Tribunnews.com/Miftah)