Pegiat Antikorupsi: Terlalu Prematur MK Sidangkan Uji Materi UU KPK Hasil Revisi
Ia melihat proses hukum di MK masih jauh dari kata selesai. Setidaknya perlu waktu satu tahun dari proses awal sampai selesai, bahkan lebih.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mulai melakukan sidang uji materi atas gugatan terhadap revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin (30/9/2019).
Pegiat antikorupsi dari Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar menilai, MK terlalu prematur untuk menyidangkan gugatan yang obyek UU yang diujikan belum jelas karena belum memiliki nomor dan tahun pengesahan.
"MK terlalu prematur untuk membahas sidang ini. Harusnya MK menunggu objeknya yakni nomor UU yang telah disahkan jelas dulu," ujar peneliti dari ILR ini kepada Tribunnews.com, Senin (30/9/2019).
Ia melihat proses hukum di MK masih jauh dari kata selesai. Setidaknya perlu waktu satu tahun dari proses awal sampai selesai, bahkan lebih.
Padahal, UU KPK hasil revisi langsung berlaku sejak disahkan.
Baca: Kondisi Wilayah Terdampak Karhutla Mulai Pulih, BPPT Lanjutkan Hujan Buatan
"Oleh karena itu, harus ada jalan untuk mengatasi kebuntuan konstitusional itu," jelasnya.
MK Sidangkan Uji Materi UU KPK Hasil Revisi
MK mulai melakukan sidang uji materi atas gugatan terhadap Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin (30/9/2019).
Dalam sidang perdana tersebut, MK meminta para mahasiswa yang mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memperbaiki gugatannya.
MK memberi waktu kepada para pemohon uji materi terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK hingga Senin 14 Oktober 2019.
Perbaikan tersebut diminta setelah MK memberikan catatan dalam sidang perdana yang digelar pada Senin (30/9/2019). Catatan itu antara lain soal obyek pengujian materi yang dinilai belum jelas.
Sebab, UU yang diujikan belum bernomor, pasal-pasal yang diujikan, surat kuasa, hingga jumlah pemohon yang mengajukan gugatan.
"Catatan atau masukan tadi sudah cukup lengkap. Kita lihat apakah titik-titik ini bisa diisi setelah sidang berikutnya, yaitu paling lambat hari Senin 14 Oktober 2019 untuk perbaikan permohonan," ujar Hakim Ketua MK Anwar Usman dalam sidang tersebut.
Diketahui, UU yang diajukan untuk diuji materi belum memiliki nomor dan tahun, sehingga masih berupa titik-titik.
Pengajuan uji materi tersebut terdaftar dengan "Nomor Perkara 57/PUU-XVII/2019 perihal Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945".
Selain itu, masalah teknis lainnya juga disoroti oleh hakim MK terhadap para pemohon uji materi ini. Antara lain, pokok perkara poin satu yang tercantum dalam petitum.
"Petitum dalam pokok perkara poin satu itu 'menerima dan mengabulkan permohonan uji formil dan materiil para pemohon untuk seluruhnya'. Ini menulisnya cukup 'mengabulkan' saja, soalnya kan sudah kami terima. Soal mengabulkan, nanti lihat perkembangan persidangan," kata dia.
Diketahui, uji materi UU KPK secara formil dan materiil atas revisi UU KPK diajukan oleh 18 orang mahasiswa dari sejumlah universitas. Gugatan tersebut diterima MK pada Rabu (18/9/2019).
Dalam sidang perdana tersebut, hanya ada lima orang pemohon yang menghadiri sidang, termasuk kuasa hukum mereka Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.