Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Menilai Kenaikan Harga Gas Tak Bisa Ditransaksikan

PGN harus menyampaikan kondisi korporasi saat ini serta beban-beban yang dihadapi terkait dengan subsidi yang memberatkan kinerja

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Pengamat Menilai Kenaikan Harga Gas Tak Bisa Ditransaksikan
Tribun Jateng/Hermawan Handaka
Pekerja sedang melakukan pengecekan pipa gas milik Perusahaan Gas Negara (PGN) di Kawasan Industri Wijaya Kusuma, Tambak Aji, dan pipa gas di kawasan Semarang Utara, Jawa Tengah, Kamis (3/10/2019). Terobosan pembangunan infrastruktur gas bumi yang dilakukan PGN untuk wilayah Semarang adalah melalui pembangunan infrastruktur CNG sebagai solusi sementara sebelum infrastruktur pipa gas bumi terbangun untuk menghubungkan Jawa Timur sebagai titik pasok dengan Jawa Tengah sebagai titik pasar. Sesuai peran subholding gas, PGN melalui PT Pertagas tengah menyelesaikan jaringan pipa gas transmisi Gresik-Semarang. Pembangunan jaringan pipa gas transmisi 28 inci sepanjang 268 kilometer ini ditargetkan terealisasi segera. Tribun Jateng/Hermawan Handaka 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembatalan kenaikan harga gas yang telah ditetapkan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) pada tanggal 1 Oktober 2019 lalu, usai pengusaha bertemu Presiden Jokowi mendapatkan tanggapan Ekonom Konstitusi,  Defiyan Cori.  

Defiyan Cori mendesak  PGN untuk tetap konsisten menerapkan kebijakan kenaikan harga gas industri sesuai rencana strategis korporasi yang telah disusun.

"PGN adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dilindungi oleh konstitusi pasal 33 UUD 1945, dan oleh karena itu harus profesional mengelolanya tanpa takut ditekan secara politik," kata Defiyan Cori dalam  keterangan tertulis, Kamis (3/10/2019).

Ia meminta PGN harus mampu menyampaikan kondisi yang dihadapi oleh korporasi saat ini serta beban-beban yang dihadapi terkait dengan subsidi yang memberatkan kinerja korporasi dalam menghadapi tantangan persaingan pasar minyak dan gas bumi di masa depan

"Harga hulu gas yang dibebankan pada PGN Tahun 2018 sudah sangat mahal yaitu $6-8 MMBtu dibanding dengan negara lain di kawasan ASEAN, seperti Thailand dan Malaysia yang hanya masing-masing sebesar $5,4-6,3 MMBtu dan $4,5-6 MMBtu," katanya.

Baca: PGN Bekerja Sama dengan Bank Bukopin dalam Pembiayaan Tagihan Pemakaian Gas Pelanggan

Para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (KADIN), kata dia  juga harus menerapkan prinsip-prinsip profesional dan pendekatan manajemen yang efisien dan efektif dalam mengelola perusahaannya sehingga tak selalu bergantung pada subsidi BBM dari BUMN.

"Oleh karena itu, kami menolak penundaan kenaikan harga gas industri ini atas nama konstitusi ekonomi dan keberlanjutan PGN dalam mengemban misi negara untuk kemandirian ekonomi, mengatasi defisit migas dan APBN, mengarahkan subsidi pada kelompok yang tepat sasaran, serta memajukan perekonomian bangsa," katanya.

Berita Rekomendasi

Dilansir dari Kontan,  PT Perusahaan Gas Negara Tbk mengurungkan rencana untuk menaikkan harga gas komersial dan industri per 1 Oktober 2019.

Hal itu lantaran sub holding gas BUMN berkode emiten PGAS (anggota indeks Kompas100) itu masih melakukan kajian atas rencana kenaikan harga gas tersebut.

"Masih kami review," kata Direktur Utama PGAS Gigih Prakoso secara singkat, saat ditanya Kontan.co.id, Selasa (1/10/2019).

Dihubungi terpisah, Direktur Komersial PGAS Dilo Seno Widagdo menambahkan rencana kenaikan harga gas tersebut mundur dari jadwal lantaran terkendala permasalahan teknis.

Sayangnya, Dilo enggan menjelaskan lebih lanjut soal permasalahan teknis yang dimaksud.

Baca: Gandeng PGN, PT PP Bangun 500.000 Jaringan Gas

Yang jelas, Dilo menekankan bahwa rencana kenaikan harga gas masih tetap berlaku.

Dilo bilang, pemunduran ini sebagai bentuk relaksasi dengan jangka waktu satu bulan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas