KPU Sebut Larangan Pemabuk, Pejudi, dan Pezina Maju Pilkada Bukan Aturan Baru
Revisi Peraturan KPU (PKPU) soal larangan pemabuk, pezina, pejudi, dan pelaku KDRT maju dalam Pilkada 2020 sebetulnya sudah tertuang dalam UU Pilkada
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner KPU RI Pramono Ubaid menjelaskan revisi Peraturan KPU (PKPU) soal larangan pemabuk, pezina, pejudi, dan pelaku KDRT maju dalam Pilkada 2020 sebetulnya sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
"Itu kan sebenarnya sudah sejak lama ada. Itu ada di UU Pilkada Nomor 1 Tahun 2015. Tapi aturan itu ada dalam penjelasan Undang-Undang sehingga banyak pihak yang tidak membaca," kata Pramono di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).
Baca: Ekspresi Para Pemain Persib Atas Keputusan Wasit Faulur Rosy: Dari Tutup Wajah Hingga Geleng-geleng
Menurut dia, frasa "tindakan tercela" yang tertuang dalam aturan tentang syarat pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) tersebut sebelumnya memang tidak didetailkan dalam PKPU, sehingga syarat tersebut hanya menjadi formalitas saja.
Kemudian, KPU mendetailkan frasa tersebut menjadi perbuatan spesifik, termasuk di dalamnya soal larangan pemabuk, pezina, dan pejudi.
Pramono berharap upaya KPU memperjelas dan menjabarkan frasa pada salah satu aturan tersebut, bisa menjadi pedoman pihak kepolisian untuk lebih hati-hati mengeluarkan SKCK bagi para bakal calon yang akan maju dalam Pilkada 2020.
"Kita berharap dengan mengeksplisitkan tindakan tercela atau asusila, kita berharap pihak kepolisian ketika mengeluarkan SKCK lebih hati-hati," jelas dia.
Baca: Gadis Cianjur Jadi Korban Penculikan, Penyekapan Hingga Rudapaksa, Begini Kronologinya
Lebih lanjut, KPU memiliki prinsip publik pasti menginginkan pemimpin atau kepala daerah yang punya integritas serta menjadi panutan bagi masyarakatnya.
Atas dasar itu, KPU sengaja mewujudkan prinsip tersebut sebagai upaya agar publik mendapatkan pemimpin yang benar-benar sesuai dengan harapan.
"Kan prinsipnya semua pihak kita ini masyarakat menginginkan kepala daerah yang bisa menjadi selain soal integritas, soal kinerja, tapi juga mereka itu sebaiknya menjadi panutan bagi warga masyarakatnya," ungkap Pramono.
Baca: Ninoy Karundeng Mengaku Diancam Kepalanya Akan Dibelah dan Mayatnya Akan Dibuang Di Lokasi Demo
Sekali lagi, Pramono menekankan aturan tersebut sesungguhnya bukan hal baru.
Aturan tersebut menurutnya sudah tertuang dalam UU Pilkada Tahun 2015.
"Perlu dijelaskan ini bukan aturan yang baru sama sekali. Ini adalah aturan yang sudah ada sejak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang lebih kita eksplisitkan saja," katanya.
Koruptor tidak boleh maju Pilkada
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.