PN Jakarta Pusat Bakal Sidangkan Perkara Penganiayaan Hakim pada Selasa Besok
"Saya selaku kuasa hukum dari Desrizal. Sidang dalam perkara ini rencana akan dilangsungkan besok. (agenda sidang,-red) pembacaan dakwaan," katanya
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Advokat Desrizal Chaniago, pelaku penganiayaan majelis hakim akan menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Selasa (8/10/2019).
Sidang perdana beragenda pembacaan surat dakwaan.
Baca: Situasi Papua Berangsur Kondusif, Komnas HAM Minta Masyarakat Jangan Sebarkan Informasi Negatif
Hal ini disampaikan kuasa hukum dari Desrizal Chaniago, Hamdan Zoelva.
"Saya selaku kuasa hukum dari Desrizal. Sidang dalam perkara ini rencana akan dilangsungkan besok. (agenda sidang,-red) pembacaan dakwaan," kata Hamdan Zoelva dalam sesi jumpa pers di Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).
Desrizal menganiaya Sunarto pada saat sidang pembacaan petitum gugatan di PN Jakarta Pusat, pada Kamis (18/7/2019).
Penganiayaan dilakukan dengan cara melepas ikat pinggang, lalu memukulkan sabuk itu ke Duta Baskara, anggota majelis hakim dan dua kali ke Sunarto.
Duta Baskara dan Sunarto merupakan majelis hakim yang menyidangkan perkara Perdata No. 223/2018 di PN Jakarta Pusat.
Setelah insiden penganiayaan itu, Sunarto melaporkan Desrizal kepada aparat Polres Metro Jakarta Pusat.
Hingga, akhirnya Desrizal ditetapkan sebagai tersangka dan diproses hukum hingga ke persidangan.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengaku kaget mendengarkan adanya penganiayaan yang dilakukan oleh Desrizal tersebut.
"Saya juga kaget. Membuat dunia peradilan ramai. Saya sebagai teman mengenal lebih dari 20 tahun, kaget," kata dia.
Dia mengaku sudah bertemu dengan Desrizal.
Dia mendapatkan informasi mengenai alasan rekan sesama advokat itu melakukan tindak penganiayaan terhadap hakim.
Desrizal merasa majelis hakim telah memutar balikan fakta persidangan, yakni mengubah penagihan menjadi pengalihan, dan mengabaikan dua bukti penting berupa putusan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap yang merupakan Produk dari Pengadilan negeri Jakarta Pusat sendiri terkait permasalahan pemberian kredit berdasarkan Akta Perjanjian Pemberi Kredit No. 8 Tanggal 28 November 1995, yaitu dimenangkannya gugatan PT. Bank Agris (d/h PT. Bank Finconesia), dan dinyatakannya GWP wan prestasi dan dihukum membayar kerugian materiil kepada PT. Bank Agris sebesar USD 20,389,661.26 (dua puluh juta tiga ratus delapan puluh sembilan ribu enam ratus enam puluh satu Dollar Amerika Serikat dua puluh enam sen), dan putusan gugatan Gaston Invesments Limited yang menyatakan bahwa GWP dan para penjamin hutangnya wan prestasi, dan menghukum untuk membayar hutang, berikut bunga, dan denda kepada Gaston Invesments Limited sebesar USD 20,389,661,26 (dua puluh juta tiga ratus delapan puluh sembilan ribu enam ratus enam puluh satu dollar Amerika dua puluh enam sen). Gaston Invesments Limited merupakan pemegang piutang yang berasal dari PT. Bank Artha Niaga Kencana.
Jadi dengan mendasarkan kepada Akta Perjanjian Pemberian Kredit tersebut ada 2 gugatan yang telah dikabulkan pengadilan dan berkekuatan hukum tetap, sementara gugatan yang diajukan oleh Tomy Winata belakangan atas hal yang sama dengan dua putusan itu ditolak oleh pengadilan yang sama.
"Saya mendapat informasi dan bertemu. Hal spontan dan seketika terjadi. Dia merasa sebagai pengacara memahami kasus dengan bukti diajukan. Tidak mungkin kalah. Dari sisi materi dan bukti yang terungkap di persidangan," ujarnya.
Baca: Kawanan Buaya Berkeliaran di Sungai Bengawan Solo
Untuk itu, dia meminta, kepada majelis hakim agar jernih melihat perkara tersebut.
"Jujur, arif dan bijaksana hakim betul-betul melihat kasus. Kenapa terjadi? Dari latar belakang jujur, fair dan bijak. Karena (sidang,-red) dimulai besok," tambahnya.