Ketua MPR Siapkan Badan Pengkajian Bahas Amandemen Terbatas dan GBHN
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, wadah pengkajian itu penting untuk melihat dinamika di masyarakat yang pro dan kontra.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) periode 2019-2024 menyiapkan wadah pengkajian untuk menyerap aspirasi soal wacana amandemen terbatas dan menghadirkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, wadah pengkajian itu penting untuk melihat dinamika di masyarakat yang pro dan kontra. Sebab, kontistusi ini sudah empat kali diamandemen, yang terakhir pada tahun 2002. Itu artinya, sudah 17 tahun memakai konstitusi yang diamandemen sejak tahun 2002.
Hal itu disampaikan pria yang akrab Bamsoet ini saat sesi wawancara khusus dengan Tribun di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (9/10/2019).
"kita putuskan untuk semacam badan pengkajian yang tugasnya memang untuk menyerap aspirasi yang berkembang di kelompok-kelompok masyarakat maupun tokoh-tokoh," kata Bamsoet.
Baca: Wiranto Dibawa ke RSPAD Menggunakan Helikopter
Bamsoet juga mengatakan, MPR RI juga ingin mendengar masukan dari presiden yang sebelumnya menjalankan hasil konstitusi amandemen 2002 itu.
Termasuk, Presiden ke-5 RI Megawati Soeakarnoputri selama 2 tahun, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama 10 tahun dan kemudian Presiden Joko Widodo selama 4 tahun ini.
"Apa pandang beliau-beliau ini menjalankan konstitusi, yang terakhir diubah tahun 2002. Itu juga perlu didengar. Kemudian apa sih keinginan masyarakat. Intinya kita akan ambil satu rumusan di mana semuanya sudah terkompalasi, pasti akan ada titik temunya," ungkap Bamsoet.
"Yang intinya bisa mengarah kepada masyarakat yang adil dan makmur, dan sentosa. Kira-kira begitu rumusannya," tambahnya.
Politisi Partai Golkar ini pun menambahkan, masukan banyak pihak itu diperlukan untuk melihat sejauh mana konstitusi itu bermanfaat bagi masyarakat.
"Percuma kita juga merubah konstitusi kalau tidak bisa membuat rakyat lebih sejahtera, lebih adil, lebih makmur. Kita bernegara untuk masyarakat yang adil dan makmur," katanya.
"Yang terpenting adalah tetap menjaga nilai-nilai Pancasila, NKRI, dan Kebhinekaan kita," jelasnya.