Kemungkinan Gerindra Merapat ke Pemerintah, Luhut: Apa Saja Bisa Terjadi
Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mengaku tidak masalah jika Gerindra bergabung
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa hari lalu Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto diundang ke Istana Merdeka oleh Presiden Jokowi.
Tidak hanya Prabowo, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga diundang.
Baca: Polisi Beri Pengamanan Khusus untuk Tamu Negara Asing yang Bakal Hadiri Pelantikan Presiden
Usai bertemu Prabowo dan SBY, Jokowi mengakui turut membahas peluang Gerindra dan Demokrat bergabung dalam koalisi pemerintah.
Namun, hingga kini belum ada keputusan.
Jokowi menegaskan masih perlu pembahasan lebih lanjut soal rencana Gerindra dan Demokrat masuk di koalisi pemerintahan lima tahun kedepan.
Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mengaku tidak masalah jika Gerindra bergabung.
"Ya bagus saja, tidak ada masalah kan. Apa saja bisa terjadi," singkat Luhut usai dipanggil Presiden Jokowi, Selasa (15/10/2019) di Istana Negara, Jakarta.
Luhut juga meyakini jika Gerindra, Demokrat maupun PAN bergabung ke koalisi pemerintah maka fungsi check and balance pasti tetap ada karena itu adalah tugas DPR.
Kembali disinggung soal apakah tidak masalah jika Gerindra masuk ke kabinet.
Di mana sebelumnya Gerindra tidak ikut berjuang memenangkan Jokowi?
Menurut Luhut, jika itu untuk kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar, apapun bisa dilakukan.
"Kalau untuk kepentingan bangsa, apapun bisa dilakukan," tegasnya.
Baca: Setelah Bertemu SBY, Presiden Jokowi Undang Prabowo ke Istana Jumat Sore Ini, Bahas Jatah Menteri?
Sebelumnya Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan soal bergabungnya Gerindra maupun Demokrat, itu merupakan kewenangan presiden.
"Sebetulnya kewenangan mutlak yang bisa memberikan kepastian ini ada pada bapak presiden. Tapi kalau dilihat Pak Prabowo dan Pak SBY sudah datang berkunjung ke presiden seperti kemarin. Ya mudah-mudahan bisa sama-sama di koalisi pemerintahan. Bisa membantu bapak presiden dalam pemerintahan 5 tahun mendatang," tambahnya.
Jokowi bertemu SBY
Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Pantauan dilokasi, SBY yang mengenakan batik lengan panjang berwarna coklat diterima Jokowi di ruang Jepara dalam Istana Merdeka, sekitar pukul 14.00 WIB.
Jokowi yang memakai kemeja putih lengan panjang, tampak berbincang-bincang dengan SBY.
Baca: PAN Setuju Amandemen UUD 1945, Tapi Jangan Melebar Kemana-mana
Pertemuan ini berlangsung secara tertutup, awak media hanya diizinkan mengambil gambar sekitar 2 menit.
Sebelumnya, politikus Demokrat Andi Arief menyampaikan, pertemuan SBY dan Jokowi hanya bersifat biasa.
"Apa agendanya, kita belum tahu. Sepertinya pertemuan reguler biasa," ucap Andi.
Pertemuan Jokowi dengan Prabowo, sinyal merapat ke pemerintah?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bertemu di Istana Kepresidenan, Jumat (11/10/2019).
Apakah ini menjadi tanda akan bergabungnya Gerindra dalam Kabinet Jokowi-Maruf Amin?
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Djayadi Hanan menilai pertemuan Jokowi dan Prabowo semakin menegaskan Gerindra siap bergabung di pemerintahan.
"Makin menegaskan bahwa Gerindra siap bergabung di kabinet," ujar pengamat politik dari Universitas Paramadina Djayadi Hanan kepada Tribunnews.com, Minggu (13/10/2019).
Di sisi lain, kata dia, ini juga sinyal kuat kepada partai-partai pendukung Jokowi yang cenderung menolak bergabungnya Gerindra.
"Jadi bola di tangan Pak Jokowi dan parpol-parpol pendukungnya," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) ini.
Menurut dia, kepastian bergabungnya Gerindra kini tergantung pada berhasil atau tidaknya Jokowi meyakinkan parpol-parpol pendukungnya dalam pilpres lalu.
Dia menduga, ada kemungkinan parpol pendukung Jokowi tersebut keluar dari koalisi Jokowi, bila Gerindra bergabung.
Tapi imbuh dia, jika Jokowi tegas dalam sikapnya mengajak Gerindra, dia duga parpol-parpol pendukung pada akhirnya akan tetap bersama di pemerintahan.
"Alasannya karena dalam kalkulasi politik untuk konsolidasi partai menuju 2024 akan lebih menguntungkan bagi parpol-parpol tersebut untuk berada dalam pemerintahan," jelasnya.
Pengamat Politik dari Indo Barometer, M Qodari juga menilai hal yang sama di balik pertemuan kedua antara Jokowi dengan Prabowo.
"Pertemuan Jokowi dan Prabowo di Istana juga menjadi sinyal kuat. Apalagi kalau Prabowo menyatakan siap membantu jika diperlukan. Itu kira-kira 90 persenlah, Gerindra akan bergabung. Sisanya 10 persen, kalau terjadi dinamika-dinamika lain yang terjadi di depan," ujar Qodari.
Dia melihat ada tiga aspek penting menunjukkan peluang Gerindra gabung dengan pemerintah itu besar.
Pertama, dari sisi ideologi, PDI Perjuangan sebagai partai yang membesarkan Jokowi, sama dengan Gerindra itu adalah partai nasionalis.
Baca: Menteri Basuki, Sri Mulyani dan Susi Pudjiastuti Dinilai Layak Dipertahankan di Kabinet
Baca: Inilah Sosok Gelandang Real Madrid yang Tampak Buas ketika Tahu Ada Bola
"Bahkan dari platform, sebetulnya PDI Perjuangan dan Gerindra itu mirip saudara sepupu. Kalau PDI Perjungan itu partainya wong jilik. Gerindra bicara petani dan nelayan. Dari awal berdiri demikian," jelasnya.
Fokus PDI Perjuangan dan Gerindra juga sama, yakni soal pangan, keadulatan, pertahanan.
"Gaya Prabowo juga terinspirasi Bung Karno. Lihat saja gaya berpakaian Prabowo, gayanya Bung Karno dahulu," ucapnya.
Kedua, Jokowi dan Prabowo punya hubungan yang mesra.
Walaupun rival di Pilpres 2019 lalu, tapi sepanjang periode 2014-2019, mereka saling bertemu.
"Juga saling support. Bahkan sudah bertemu juga pascapilpres 2019 lalu," jelasnya.
Ketiga, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri juga sudah bertemu dengan Prabowo.
"Megawati juga berhubungan baik dengan Prabowo, sampai sempat menimbulkan istilah poros Teuku Umar," katanya.
Jadi dari tiga aspek itu, dia menilai, peluang Gerindra gabung dengan pemerintah itu sangat besar.
Apalagi dari kacamata Jokowi. Karena Jokowi baru akan merasa nyaman, jika partai yang berada di pemerintahan itu mencapi 70-75 persen.
"Hal itu juga tercermin pada periode 2014-2019 lalu. Kalau dulu itu yang ditarik adalah Golkar. Sekarang Gerindra," ujarnya.
Karena itu, jika melihat dari variabel-variabel itu, sangat mungkin Gerindra akan bergabung ke dalam pemerintahan.
"Tinggal detailnya saja, apa dan berapa menteri, itu masih dalam proses "negosiasi." Itu kira-kira 90 persen lah, Gerindra akan bergabung. Sisanya 10 persen, kalau terjadi dinamika-dinamika lain yang terjadi di depan," jelasnya.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio melihat sebaliknya, bahwa kecil peluang Gerindra akan memperoleh kursi di Kabinet Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin.
Meskipun Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sudah bertemu dengan Jokowi di Istana Kepresidenan, Jumat (11/10/2019).
"Kecil kemungkinan Gerindra akan dapat kursi Kabinet, saat Jokowi bertemu dengan Prabowo ini," ujar pendiri lembaga analisis politik KedaiKOPI ini kepada Tribunnews.com, Jumat (11/10/2019).
Apalagi dalam pertemuan bersama Jokowi, Prabowo menyatakan, bila dibutuhkan saja, akan siap bergabung.
"Hingga saat ini saya masih melihat sangat kecil kemungkinan Gerindra akan dapat kursi menteri dengan alasan partai-partai koalisi Jokowi yang sudah banyak," jelasnya.
Kalaupun Jokowi memberikan jatah Menteri, kata dia, maka sosok itu bukan kader Gerindra. Tapi akan berasal dari tokoh yang terafiliasi atau didorong Prabowo.
"Kalau dapat, sosok yang akan mengisi kursi Menteri itu bukan berasal dari kader Gerindra. Tapi profesional atau tokoh yang terafilisisi dengan Prabowo atau didorong Prabowo," katanya.
Melalui pertemuan dengan Prabowo, menurut dia, Jokowi hanya ingin memperbanyak dukungan dari partai politik dalam menghadapi sejumlah isu strategis, misalnya Perppu KPK, pemindahan Ibukota Negara dan Amandemen UUD 1945.
"Tampaknya Jokowi sedang memperbanyak teman. Terutama untuk beberapa hal yang memang dia butuh dukungan. Misalnya isu Perppu KPK, pemindahan ibukota, bahkan Amandemen UUD 1945. Sehingga dukungan dari banyak pihak ini menjadi diperlukan," tegasnya.
Bertemu Zulkifli Hasan
Setelah SBY dan Prabowo, Giliran Zulkifli Hasan diterima Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Pertemuan Jokowi dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu berlangsung tertutup sekitar pukul 14.25 WIB.
Jokowi mengenakan kemeja putih lengan panjang andalannya, sementara Zulkifli berbalut batik coklat lengan panjang.
• Ikut Pelatihan Bikin Kue, Lina Lebih Tertarik Membuat Kue Onde-one
• UPDATE Kecelakaan Maut di Bintaro, Polisi Belum Ketahui Identitas Korban
• Hater Dicaci Maki Penggemar Sulli di Instagram, Ini Sebabnya
Keduanya sempat bersalaman dan tersenyum ke kamera awak media sebelum menggelar pertemuan secara tertutup.
Sebelumnya pada Kamis dan Jumat pekan lalu, Jokowi juga sempat bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Jokowi mengakui dua pertemuan itu membahas soal peluang kedua partai untuk berkoalisi dan masuk kabinet Jokowi-Ma'ruf.
Sama dengan Partai Gerindra dan Partai Demokrat, PAN juga merupakan partai rival Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019.
Ketiga partai itu bersama PKS mengusung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.