Polisi Periksa Seorang Dosen di Magelang Gara-gara Tulisannya di Facebook Tentang Wiranto
H, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik tersebut diduga melakukan ujaran kebencian di media sosial terkait kejadian penusukan Wiranto
Editor: Choirul Arifin
Ia belum berstatus ASN, tetapi sebagai pegawai tetap dan sudah bekerja sejak 1992 sampai peralihan status universitas menjadi negeri, dari yayasan ke pemerintah pada tahun 2014.
"Belum ASN, dalam proses pemindahan dari pegawai Yayasan ke ASN, khususnya yang bersangkutan berasal pegawai tetap non pns, arahnya ke PPPK. Itu kontraknya empat tahunan, dan yang bersangkutan dalam proses," kata Among.
Lanjut Among, sanksi untuk pelanggaran disiplin sendiri ada kategori ringan, sedang dan berat.
Sanksi ringan dati teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
Disiplin sedang, penundaan kenaikan gaji berkala, pangkat, sampai penurunan pangkat.
Sanksi berat, penurunan pangkat dan pemberhentian dengan hormat dan tidak hormat.
"Untuk yang bersangkutan, tergantung daftar kesalahan sesuai hasil pemeriksaan tadi, masukan dewan kode etik, pimpinan, fakultas. Arahannya akan dilakukan pemeriksaan sesuai prosedur, apa hasilnya nanti tergantung nanti. Kita menganut asas praduga tak bersalah, sementara belum ada hasil, kami menganggap masih dalam proses, kita beri kesempatan bekerja sesuai kesehariannya," ujar Among.
• Istri Komentari Wiranto di Medsos, Dandim Kendari Dicopot dan Ditahan
Dosen H sendiri saat ini masih mengajar, sembari menunggu pemeriksaan atas kasus yang menimpanya.
Surat teguran sendiri dari KemenpanRB dan BKN.
Jika terbukti benar, maka oknum dosen tersebut terancam sanksi disiplin.
"Ada arahan dari kementerian, kasus ini tolong ditegur. Surat baru lewat secara lisan, juga termasuk pelanggaran kode etik, tapi kita kalau kita larikan ke arahan dari kemenpanRB dan BKN, rasanya jadi pelanggaran disiplin. Yang bersangkutan bisa terancam sanksi disiplin. Ini kasus pertama di Untidar. Semoga segera ada titik terang," tutur Among.
Seorang mahasiswa dari BEM Fisip Untidar, AH, mengatakan, secara penyampaian di kelas secara sistematis, mahasiswa dituntut untuk berpikir kritis, tetapi tidak melebar ke arah radikal.
"Kami diminta berpikir kritis, tapi tidak melebar ke radikal," katanya. (TRIBUNJOGJA.COM)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.