Kapolri Ingatkan Pengunjuk Rasa Baca Aturan Soal Menyampaikan Pendapat
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengingatkan agar semua pihak yang ingin berunjuk rasa wajib untuk memberitahu atau menginformasikan kepada
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang pelantikan Presiden-Wakil Presiden terpilih pada 20 Oktober 2019, kepolisian menggunakan kewenangan diskresinya untuk tak menerbitkan surat tanda terima pemberitahuan (STTP) unjuk rasa.
Menanggapi hal itu, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengingatkan agar semua pihak yang ingin berunjuk rasa wajib untuk memberitahu atau menginformasikan kepada kepolisian.
"Sudah kita sampaikan terdahulu bahwa dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum itu jadi tidak dikenal izin untuk melaksanakan unjuk rasa. Yang akan melakukan unjuk rasa wajib memberitahukan kepada kepolisian khususnya," ujar Tito, di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Kamis (17/10/2019).
Baca: Studio Mata Najwa Riuh saat Jubir JK Ungkap Momen Jusuf Kalla Tak Mau Diganggu: Ngurung Diri 3 Hari
Baca: Tiga Hari Jelang Pelantikan Presiden, Jokowi Bicara Bocoran Kabinet
Baca: Jelang Pelantikan Foto Jokowi dan Kiai Maruf Amin Sudah Banyak Dipesan
Ia turut mengimbau agar para pengunjuk rasa dalam menyampaikan pendapatnya di muka umum untuk tidak salah kaprah.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu menegaskan unjuk rasa tidak bersifat absolut dan tidak dapat dilakukan sebebas-bebasnya. Ia pun mengingatkan para pengunjuk rasa terkait batasan atau restriction dalam berunjuk rasa.
"Selama ini banyak yang salah kaprah. Tolong baca betul UU itu di Pasal 6 ada batasan-batasan atau restriction. Ada 5 yang tidak boleh, satu mengganggu ketertiban publik atau umum, kedua tidak boleh mengganggu hak asasi orang lain, ketiga harus sesuai aturan UU, keempat harus menggunakan etika dan moral, kelima harus menjaga satu kesatuan bangsa," kata dia.
Jenderal bintang empat itu menyebut apabila lima batasan itu dilanggar maka sesuai Pasal 15 unjuk rasa dapat dibubarkan. Dan apabila dalam pembubaran terjadi perlawanan dari pengunjuk rasa maka dapat dikenakan Pasal 211 hingga 218 KUHP.
"Misalnya dari petugas minta agar bubar, tiga kali diperingatkan tidak bubar itu sudah melanggar pasal 218 KUHP. Meskipun ringan ancaman hukuman tapi tetap itu ada proses hukumnya. Kalau pembubaran mengakibatkan korban dari petugas, itu nanti ada ancaman hukumannya lagi," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.