Tutupi Biaya Perjalanan Dinas ke Jepang, Wali Kota Medan 'Minta Imbalan' ke Kadis PUPR Medan
Setelah pelantikan Isa sebagai Kadis Pekerjaan Umum, Tengku diduga menerima sejumlah pemberian uang dari Isa.
Penulis: Ilham F Maulana
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota Medan Tahun 2019.
Tiga tersangka itu, dikatakan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, adalah Wali Kota Medan 2014-2015 dan 2016-2021 Tengku Dzulmi Eldin (TDE), Kepala Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar (SFI), dan Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN).
"Setelah melakukan pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, maka disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dugaan penerimaan suap terkait proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan 2014-2015 dan 2016-2021," kata Saut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Kata Saut, pada 6 Februari 2019, Tengku sebagai atasan, langsung mengangkat Isa sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Medan.
Setelah pelantikan Isa, Tengku diduga menerima sejumlah pemberian uang dari Isa.
Baca: Sosok Dzulmi Eldin, Wali Kota Medan Terjerat OTT KPK: Pernah Ditegur Jokowi, Gantikan Walkot Korupsi
Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019.
Pada 18 September 2019, Isa juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada Tengku.
Pada Juli 2019, sambung Saut, Tengku melakukan perjalanan dinas ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan.
Perjalanan dinas ini dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.
Dalam perjalanan dinas tersebut, di luar rombongan Pemerintah Kota Medan, Tengku mengajak serta istri, 2 orang anak, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan.
Keluarga Tengku bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama 3 hari di luar waktu perjalanan dinas.
Baca: Penerapan GCG, Cara Bank BJB Cegah Kasus Korupsi
Di masa perpanjangan tersebut, keluarga Tengku didampingi oleh Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan yaitu Syamsul Fitri Siregar.
"Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas wali kota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD. Pihak tour & travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada TDE," kata Saut.
Saut menjelaskan, Tengku kemudian bertemu dengan Syamsul dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekira Rp800 juta.
"Kadis PUPR mengirim Rp200 juta ke wali kota atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi wali kota," kata dia.
Selanjutnya, pada 10 Oktober 2019, Syamsul menghubungi Aidiel Putra Pratama, Ajudan Tengku dan menyampaikan adanya keperluan dana sekira Rp800-900 juta untuk menutupi pengeluaran di Jepang.
Syamsul kemudian membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan kutipan dana, termasuk di antaranya adalah kadis-kadis yang ikut berangkat ke Jepang dan Isa meskipun tidak ikut berangkat ke Jepang. Diduga Isa dimintai uang tersebut karena diangkat sebagai kadis PU oleh Tengku.
Baca: Ada Kode Gaji Dalam Suap Kepala BPJN XII Balikpapan, KPK Tetapkan 3 Tersangka
Di dalam daftar tersebut, ujar Saut, Isa ditargetkan untuk memberikan dana sebesar Rp250 juta.
Kemudian pada 13 Oktober 2019, Syamsul menghubung Isa untuk meminta bantuan dana sebesar Rp250 juta.
Keesokan harinya, Isa menghubungi Syamsul dan Syamsul menyampaikan untuk mentransfer dana tersebut ke rekening bank atas nama kerabat dari Aidiel.
Pada 15 Oktober 2019, Isa mentransfer Rp200 juta ke rekening tersebut dan melakukan konfirmasi kepada Syamsul.
Syamsul kemudian bertemu dengan Aidiel dan menyampaikan bahwa uang sebesar Rp200 juta sudah ditransfer ke rekening kerabatnya.
Aidiel menghubungi kerabatnya dan meminta agar uang diserahkan ke rekan Aidiel sesama
ajudan wali kota yang kemudian disimpan di ruangan bagian protokoler Pemkot Medan.
"Salah satu ajudan wali kota Medan yang lain yaitu AND (Andika) kemudian menanyakan kepada IAN tentang kekurangan uang sebesar Rp50 juta yang disepakati. IAN menyampaikan untuk mengambil uang tersebut secara tunai di rumahnya," ujar Saut.
Lanjut Saut, pada hari yang sama sekira pukul 20.00 WIB, Andika datang ke rumah Isa untuk mengambil uang Rp50 juta yang ditujukan untuk Tengku. Di saat perjalanan dari rumah Isa, kendaraan Andika diberhentikan oleh tim KPK untuk diamankan beserta uang tersebut.
"Pada saat kendaraan AND dihampiri oleh petugas KPK yang telah menunjukkan tanda pengenal, AND memundurkan mobilnya dengan cepat sehingga hampir menabrak petugas KPK yang harus melompat untuk menyelamatkan diri.
AND kemudian kabur bersama uang sebesar Rp50 juta tersebut dan belum diketahui keberadaannya hingga saat ini," ujar Saut.
Saut menegaskan, KPK mengimbau kepada Andika, untuk segera menyerahkan diri ke KPK dan membawa serta uang Rp50 juta yang masih dalam penguasaannya.
Atas perbuatannya, sebagai pihak yang diduga penerima, Tengku dan Syamsul disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, sebagai pihak yang diduga pemberi, Isa disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.