Diisukan Bakal Jadi Menteri Kabinet Jokowi, Ini Tanggapan Yusril
Nama Yusril sempat dalam dokumen hoaks berisikan nama-nama menteri Jokowi di kabinet periode kedua
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra enggan menanggapi kemungkinan namanya masuk dalam jajaran menteri di Kabinet Kerja jilid kedua.
Hal itu disampaikan Yusril menanggapi masuknya nama dia dalam daftar calon Menteri Hukum dan HAM di kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Lebih baik enggak usah dijawab ya. Minta maaf saya," ujar Yusril saat dihubungi, Sabtu (18/10/2019).
Nama Yusril sempat dalam dokumen hoaks berisikan nama-nama menteri Jokowi di kabinet periode kedua. Dalam draf tersebut, Yusril didapuk sebagai Menteri Hukum dan HAM.
Dalam wawancara khusus bersama Kompas.com di kantornya, Jumat (12/7/2019), Yusril mengakui banyak pihak yang berspekulasi ia akan masuk ke dalam kabinet.
Namun, hingga saat ini ia dan Presiden Jokowi belum pernah membicarakan secara spesifik tentang posisinya di kabinet Jokowi-Ma'ruf.
Meski demikian, ia tak akan menolak bila ditawari menjadi menteri.
"Saya sendiri enggak mengajukan apa-apa. Cuma saya pikir kalau misalkan diminta, mungkin saya tidak menolak. Karena saya melihat banyak sekali masalah yang harus ditangani," tutur Yusril.
Ia menilai banyak persoalan yang harus diselesaikan pada lima tahun ke depan di pemerintahan Jokowi, terutama di bidang hukum.
Ia mengungkapkan, sejatinya ia juga pernah diminta oleh Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di periode kedua untuk masuk ke kabinet. Namun, Yusril menolak.
"Banyak persoalan-persoalan hukum yang sebenarnya terlewatkan sama lima tahun SBY, lima tahunnya Jokowi. 10 tahun. Kalau dulu saya masih di Setneg mungkin bisa saya teriak-teriakin Menkumhamnya," ujar Yusril.
"Apa lagi zamannya Pak Hamid Awaludin. Dengan saya kan kawan betul. Masalah yang paling pokok barang kali adalah kepastian hukum dan harmonisasi hukum. Berantakan betul," lanjut dia.
Yusril lantas mencontohkan keruwetan hukum di Indonesia di sektor investasi. Dalam pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), misalnya, ia melihat program tersebut tak berjalan lantaran terhambat persoalan hukum.
Dalam program tersebut, investor asing diizinkan memiliki lahan dan mendapat tax holiday (keringanan pajak). Namun saat dijalankan ternyata tidak bisa.